Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemakai Mata Kaca Bulat


Mentari mulai menyapaku dengan cahaya bundarnya. Bulat, pantulan dari cahaya tuhannya.

Ada hal yang tak terduga menyambutku dengan ceria. Awalnya ku tak percaya bahwa kamu adalah dia. dia, yang aku kabarkan pada sahabat di seberang sana.

Mungkin kita sempat bertemu, walau tak sempat bola matamu dan aku beradu. Entahlah, seakan batin kita yang menjadi pelaku dan korbannya.

dua hari yang lalu, aku sempat menatapmu dari kejauhan. Tatapan yang belum terlawankan oleh benda yang menjadi pelindung dua bola mata beningmu.

Aku mengenalmu setahun yang lalu, walau hanya sekedar tau. Itulah dirimu yang ada perubahan sedikit saat baru-baru ini bertemu.

Aku sempat melukismu dengan sebuah puisi meski hanya sekedar ilusi, semoga saja berarti.

Ya, separas cahaya yang sempat aku lukiskan
Separas cahaya yang sempat aku tuliskan. kini, menggelantung indah dalam balutan mata kaca bulatmu.

Kamu yang memakai mata kaca bulat
Kamu yang membuatku terkesiap
Tetaplah berdiri tegap
berjalan dengan sigap
Diatas puing-puing bola mataku. (*)

Malang, 18 september 2018.

*Faruq Bytheway, Mahasiswa Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Kimia, Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Sedang Mengabdi di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).