Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lapangan Pekerjaan


“Yuk kita berangkat ke Jakarta,” ajak teman saya kepada teman lainnya. “Ayuk,” katanya menanggapi ajakan itu tanpa ragu. Kira-kira begitulah gambaran betapa lapangan pekerjaan sangat sulit didapatkan, bahkan di tanah kelahiran sendiri. Sungguh sebuah ironi, mengingat Indonesia merupakan negara dengan berjuta-juta potensi.

Begitulah fakta, bahwa tidak sedikit para masyarakat dan terutama pemuda tidak memiliki kesempatan kerja alias jadi pengangguran saja. Dari saking sulitnya, banyak yang kemudian memilih untuk melakukan urbanisasi ke kota demi mencari pundi-pundi penghasilan dalam mencukupi kebutuhan belanja dan makannya.

Walaupun ada pekerjaan, sangat sulit perusahaan akan menggaji karyawannya dengan upah yang layak. Seperti keluhan yang diungkapkan tetangga saya, menurutnya, pekerjaan di Sumenep, Madura, Jawa Timur, sangat jauh dari layak.

Bagaimana tidak demikian, dengan jam kerja 8 jam atau bahkan ada yang lebih dari itu, gaji bulanan mereka hanya sekitar Rp 750-900 ribu saja. Sementara Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar Rp 1,5 juta lebih. Jika dilihat, gaji rata-rata perusahaan di Sumenep hanya sekitar 60-65 persen dari UMK yang ditetapkan pemerintah.

Maka tidak heran ketika anak-anak muda yang kuliahnya di luar kota akan sangat jarang dijumpai untuk kembali pulang pasca menyelesaikan studinya. Ada berbagai alasan yang mempengaruhi hal itu, salah satunya adalah peluang dan tantangan yang hampir nihil ditemukan untuk bisabersaing dan menjamin masa depan mereka kelak jika kembali ke kampung halaman.

Sebagai perbandingan mari kita simak data berikut:

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumenep, Mohammad Fadillah mengungkapkan, dari 586 perusahaan di Kabupaten Sumenep, hanya 11 perusahaan yang memberikan upah kepada karyawan sesuai upah minimum kabupaten (UMK).

“Baru 11 perusahaan membayar karyawan atau pegawainya sesuai dengan UMK tahun ini,” katanya, seperti dilansir koranmadura.com, Rabu, 14 Maret 2018.

Rupanya, hal itu bukan tanpa alasan. Salah satu masalah perusahaan tidak membayar upah karyawan atau pegawainya sesuai UMK adalah karena penghasilan atau pendapatan perusahaan yang minim.

“Ada memang perusahaan yang membayar belum sesuai UMK. Karena setelah kami cek dari unsur penghasilannya, ternyata masih minim,” jelasnya.

Semestinya, sesuai surat Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 75 Tahun 2017, UMK Kabupaten Sumenep tahun 2018 sebesar Rp 1.645.146,48.

Bagaimana di tahun 2019? Belum tampak ada kemajuan signifikan tentang penyelesaian masalah gaji karyawan yang harus sesuai UMK. Hal itu ditegaskan oleh Disnakertrans Sumenep beberapa waktu lalu.

“Perusahaan harus membayar UMK sesuai besaran UMK yang telah ditetapkan Gubernur. Kecuali jika perusahan tidak mampu, maka ada ketentuan lain,” terangnya, seperti dilansir mediamadura.com, Senin, 19 November 2018.

Fadhillah mengatakan, hasil evaluasi pada tahun 2018, masih ada perusuhaan yang membayar karyawannya dibawah UMK. Perusahaan tersebut rata-rata yang hanya memiliki 4-5 karyawan dan masa kerjanya hanya 4 jam dalam sehari.

“Kalau perusahaan yang besar, semua membayar sesuai UMK, tetapi umtuk tahun 2019, semua perusahaan harus memberi upah bagi karyawannya sesuai UMK,” paparnya.

UMK Kabupaten Sumenep naik dari yang sebelumnya Rp 1.645.146, di tahun 2019 menjadi Rp 1.801.406. Namu demikian, kenaikan UMK hanya sia-sia, sebab yang menikmatipun masih mereka para karyawan yang bekerja pada sebuah instansi atau perusahaan yang berskala besar, bagi mereka yang bekerja di perusahaan kecil, hanya tau saja jika UMK mengalami kenaikan tanpa turut merasakan dampak kenaikan itu.

Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan dapat mencarikan solusi dan penyelesaian masalah pengangguran yang hingga kini masih banyak ditemukan di kabupaten berlambangkan kuda terbang ini. Semoga! (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).