Puisi-puisi Tino Watowuan: Dari Perahu di Tengah Samudra hingga Corona
Perahu di Tengah Samudra : Bambe
/1/
Sebagaimana perahu di tengah samudra
ia masih seumur jagung tempo itu
pergi memburu fajar di langit Borneo
Tanpa boat mesin menggantung
tali dan mata pancing, pukat pun tiada
bekal sepotong peta dari ibu
tidak lupa dibawa serta
“Doaku di nadimu, nak!”
bisik ibu, sembari meneteskan air mata
sebelum akhirnya ikhlas melepas jangkar
/2/
Kini semakin dalam bertolak
tambah dalam nyalinya pula
ketika arus dan gelombang menyapa
tak surut tabah seret pendayung
dikayuhnyalah perahu tanpa henti
sambil membaca peta di dadanya
Di balik kemudi genggam percaya:
kisah seorang nelayan berjalan di atas air
menghardik laju angin redahkan badai
Nelayan itu akan selalu setia menuntun
sekaligus menopang untuk pulang
ke bibir dermaga penuh harap
tempat melarungkan letih pelayaran
juga cinta dan rindu yang ditabung waktu
Kb, 2020
Nelayan
Dari petang hingga pagi
lautan adalah meja judi
mengocok kartu-kartu nasib
layarkan ingin bersama angin
Di atas mulut gelombang itu
setia mengayuh takdir
menjalah mimpi anak dan istri
seperti ombak pada debur itu
doa dan nyali jadi jangkarnya
Kb, 2020
Corona
Tiba bak pencuri
menyusup seisi bumi
menghentak nurani
seliwer panik sana-sini
Banyak yang telah rebah
tidur berkalang tanah
duka menohok sukma
kalut merengsa jiwa
Entah sampai kapan
segala pinta dikabulkan
Kita debu di alas kaki-Nya
memikul salib
hanya dapat merayakan
kematian dalam diri sendiri
menuju paskah-Nya
Kb, 2020
Perut Ibu
Angin dan badai, hujan dan banjir
gemuruh gunung dan letusan
sakit penyakit manusia dan hewan
antara hayat atau mayat berkelindan
semua tumbuh menjalar di perut ibu
Dalam hati sungut bertanya:
bukankah kita telah menyemai bibit
dari telapak tangan masing-masing?
Kb, 2020
Di Sebuah Persimpangan
Seperti buku belum rampung dibaca
hidup pun melukis banyak lipatan
tanda dan isyarat pernah kaki memijak
Bola mata banyak memetik sudah
daun-daun makna yang menyembul
dari setiap bekas tapak kaki
sepanjang jalan di dua musim itu
Jalanan ajukan tanya selalu
perihal berhenti atau berlanjut
dan aku dan kau sama-sama pengembara
Mesti teguh kita pada kata-kata
tersimpul erat di balik sujud
dan puisi selalu menulis dengan cinta
Kb, 2020
*Tino Watowuan. Lekaki penikmat kopi. Sekarang ia betah di kampung, Adonara, Flotim, NTT. Beberapa puisinya yang lain masih berserakan di atas meja belajarnya yang hampir keropos.