Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi-puisi Tino Watowuan: Membeli Celana dan Baju Natal hingga Menuju Tahun Baru

Tino Watowuan. (Dokpri)

Membeli Celana dan Baju Natal

Sudah Desember. Natal hampir sampai. Ia ingin membeli celana dan baju baru di pasar.

Pasar rakyat, namanya. Tapi tak semua harga jualan ditentukan rakyat. Ramai dibeli dengan harga seenak udel.

Letaknya di ibu kota kecamatan. Hanya ada dua mesin ATM BRI. Sering eror pula. Barangkali saking banyak antrian. Bila hari pasar, hampir mirip antrian duit bantuan di kantor camat yang sering lelet.

Bagaimana mungkin tak ingin membeli celana dan baju baru, tetangganya sudah punya. Mahal pula harganya.

Di luar rumah cuaca macam neraka. Di dalam rumah ia sedang cemas. Macam seseorang yang semalam gagal merayu bini orang.

“Bila pakai yang lama, penampilan tetap sama. Seperti tahun kemarin. Tak ada perubahan. Kata Om Romo: hidup mesti berubah,” batinnya.

Terpaksa dipesan lewat Lazada, dan urung ke pasar. Air mukanya kembali cerah.

Ia lanjut mengunjungi gambar-gambar perayaan Natal dari tahun ke tahun di dalam layar androidnya yang sudah ompong sebagian:

Setiap tahun bayi Yesus dan kedua orang tuanya tak pernah pakai celana dan baju baru. Tidak berubah; tetap sama.

Kata-kata Om Romo bergentayangan di dalam batok kepala. Pikirannya buyar setelah diteriaki sang adik. Minta dibelikan buku baru yang dipesan ibu guru.

(Kb, 2022)

Sudut Pandang

bila jarang melihatmu di rumah ibadah
mereka bilang kau seorang kafir
kini kau telah mengerti perihal berdoa:
untuk dapat dilihat oleh orang-orang

bila jarang melihatmu mengisi kolekte
mereka bilang kau manusia lokek
kini kau telah mengerti perihal amal:
untuk dapat dilihat oleh orang-orang

bila kau menggerutui setiap kebijakan
yang tidak masuk akal
mereka bilang kau tidak punya iman

dan kini kau telah mengerti
cara mencapai surga amat sederhana:
bila kau menjadi tu(han-tu)han
untuk dapat melihat dosa, amal
dan iman orang-orang

(Kb, 2022)

Menuju Tahun Baru

angka-angka sedang gugur satu-satu
sebentar lagi tiba di pucuk Desember

sebelum mekar Januari
kita bergegas ke dalam ruang kedap suara:
di dalam diri masing-masing
pulang melipat lembar-lembar almanak

ada yang harus ditinggalkan sebagai abu
yang lain dibawa menjadi api
untuk memasak daun-daun harapan
pada sebidang usia yang termat rahasia

(Kb, 2022)

*Tino Watowuan. Orang kampung; lahir, tinggal, dan betah di kampung. Sedang belajar menjadi tukang pungut biji-biji kata.