Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rekontruksi Pernikahan ala Al-Ghazali


Oleh
: Faiki Hakiki*

Menikah merupakan suatu ibadah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw, bagi umat manusia yang sudah dianggap mampu secara dlahir dan batin. Sebab jika tidak melakukan hal demikian ditakutkan terjerumus kedalam jurang kenistaan yang nantinya bisa membuat manusia menjadi tercela dihadapan Allah Swt dan mahluknya. Menikah adalah bentuk upaya seorang hamba yang lemah guna merawat agama, dengan menikah disini setidaknya sebagai seorang hamba mampu membuat benteng keimanan yang kokoh untuk menghadapi berbagai strategi tipu daya setan. Selain itu pernikahan juga merupakan salah-satu cara untuk memperbanyak regenerasi keturunan anak yang nantinya akan memperbanyak jumlah umat islam.

Ada hadis yang disabdakan Oleh Nabi Muhammad Saw, “barang siapa menikah, ia telah mendapatkan setengah dari agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada setengah yang lain.” Hadis tersebut merupakan suatu isyarat bagi umat manusia bahwa salah-satu kelebihan menikah adalah mendapatkan keutuhan beragama. Ketika agama manusia kokoh pasti akan sedikit terhindar dari perkara yang dilarang oleh agama islam. seperti halnya perbuatan zina. Baik zina badan, zina lisan, dan zina mata.

Allah Swt. sangat melarang dan melaknat perzinaan, pada salah satu firman-Nya dalam al-qur’an yang berbunyi “Laa taqrabuz zina”, “jangan mendekati zina.” Dalam hal ini sebuah bentuk penekanan perintah untuk tidak mendekati zina. Mendekati saja sudah dilarang apalagi sampai terjerumus untuk melakukan. Naudzubillahimindzalik. Oleh sebab itu Allah Swt. menganjurkan setiap umat manusia untuk menundukkan syahwatnya dengan cara menikah, jika memang belum waktunya atau masih belum mampu dalam hal tersebut dianjurkan untuk berpuasa demi terkontrolnya syahwat.

Syahwat merupakan suatu hal yang harus kita ikat kuat-kuat agar tidak memberontak liar, apabila manusia tidak kuat untuk menahan sahwat tersebut niscaya ia akan digiring terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Alah Swt. Karena syahwat merupakan senjata paling ampu setan untuk menghasut anak Adam agar terjerumus ke dalam jurang kenistaan. Ketika manusia telah dikuasai oleh syahwatnya maka separuh akalnya akan hilang dalam artian dikendalikan oleh syahwat tersebut. Oleh karena itu menikah merupakan salah-satu jalan atau solusi untuk mengekang tali syahwat agar tidak memberontak terhadap diri seorang manusia.

Namun, perlu kita ketahui juga tidak semua diantara umat manusia memilih jalan untuk menikah, ada juga yang lebih memilih jalan lain dengan cara membujang. Dikalangan ulama terdahulu dapat ditemukan ada beberapa tokoh ulama yang lebih memilih membujang sepanjang hidupnya, diantaranya seperti; Imam an-Nawawi, Ibnu Jarir ath-Thabari, Imam an-Zamakhsyari, al-Kwarizmi, Ibnu Taimiyah dan sebagainya. Bisa jadi beberapa ulama terdahulu yang telah disebutkan diatas lebih memilih membujang seumur hidupnya, dikarenakan mereka tidak ingin menyibukkan terhadap perkara-perkara yang sifatnya duniawi hingga membuat mereka lalai dalam hal beribadah kepada Allah Swt. Biasanya beberapa ulama di atas tersebut lebih identik dengan ulama sufi yang maqamnya telah mencapai tingkatan makrifatullah.

Dari masa ke masa pernikahan merupakan topik pembicaraan yang atraktif diperbincangkan dalam berbagai problem yang masih terjadi sejak dulu hingga sekarang. Hakikatnya setiap manusia akan menghadapi suatu kondisi dimana ia akan dihadapkan pada sebuah pilihan antara menikah dan membujang. Oleh karena itu buku nasehat pernikahan karya Imam Ghazali ini merupakan rekontruksi atas problema yang tengah menggeluguti perasaan manusia di era modernisasi ini. Buku yang sederhana dan cukup mudah dipahami juga mengandung nilai-nilai religius yang masih bersandar kepada al-qur’an dan al-hadis.

Keistimewaan buku ini adalah gabungan dari dua kitab yaitu Adab an-Nikah dan Kasr asy-Syahwatain yang keduanya merupakan bagian dari kitab Ihya’ Ulum ad-Din. Selain membahas masalah pernikahan juga membahas tentang kiat-kiat menekan dua syahwat yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan.

Perlu kita ketahui bersama tentunya dengan membaca buku karya sang Hujjatul Islam ini sedikit banyak akan menemukan suatu cara untuk menjawab suatu problem tentang pernikahan yang masih terjadi sekarang, agar senantiasa berdasarkan nilai-nilai yang benar dalam islam. seperti halnya dilema pernikahan antara menikah dan membujang. Apalagi dibaca dikalangan orang-orang yang masih dalam taraf proses menikah, buku ini sangat cocok sekali untuk dijadikan bekal guna membangun pasangan yang romantis agar mencapai keluarga yang sakinah, mawaddah wa rohma.

Annuqayah, 2022 M

*Santri aktif Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa. Saat ini tercatat sebagai Mahasiswa Ekonomi Syariah Semester V Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Ilmu Keislaman Annuqayah Guluk-guluk Sumenep Jawa Timur. Aktif berproses di Komunitas Penyisir Sastra Iksabad (PERSI). Selama berproses karya-karyanya: Juara 1 Lomba Cipta Cerpen class meeting Ma 1 Annuqayah (2019), Juara 2 Lomba Cipta Cerpen festival seni dan budaya se-kabupaten Sumenep (2019) dan beberapa puisinya di muat di Sanjha’ Pendidikan Madura (2019), Redaksi NU Online Sumenep (2020), Redaksi Nolesa (2022) dan juga Puisi-puisinya Terantologikan bersama Jendela Sastra Indonesia JSI (2021), dan  Arunika Media (2021).


Data Buku
Judul Buku: Nasehat Pernikahan
Penulis: Imam al-Ghazali
Peresensi: Faiki Hakiki
Penerbit: Turos Pustaka
Tahun Terbit: 2 Agustus 2020
Tebal Buku: 324 Halaman
ISBN: 978-623-7327-43-1