Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sajak-sajak Nay Juireng Dyah Jatiningrat


Lelakiku

Bar,
Aliflayyin tubuhmu lentur
Seolah-olah pantai malam dimalamku
Bisik-bisik nafasmu membinarkanku
Menarik-narik mataku disuhu-suhu waktu
Lagi-lagi desah ombak
Keruh otakku
Bising tubuhku
Hingga jagat adalah tubuhmu cahaya mataku
Kau selalu di sini
Tidur dan mencari
Seperti luas taman bunga dengan lari-lari anginnya
Bar,
Aliflayyin tubuh airmu membilasku
Berilah sakal dahiku
Sambunglah huruf didadaku
Atau kau gigit bahuku
Dan lilit tubuhku dengan hasratmu
Suaramu, bibir selembut bulan
Membuatku sah, sih, suh
Aku peluh dikeras siang
Aku darah dilembut malam
Olehmu aku cakar dengan jari-jari rindu
“kita hening, kita sebab, kita adalah isyarat angin, meluruh dada dan segala rasa”

Lelaki Air
(Untukmu, mawar ditaman)
Dideras cakap yang menantang
Aku bisa menyentuhmu dalam gemetar yang taksanggup
Ku biarkan tubuhku jauh dikepuncak langit
Meski keberanian ragu
Dalam menyemaimu serupa cahaya bulan
Aku tahu dirimulah air
Bening
Dan aku membutuhkannya
Ia tidak, ia tidak, ia tidak
Mungkin itu perkiraanmu yang belum usai
Dan tentangku kau belum tahu
Akulah uap, ikan, mendung, dan tanah sebagai unsur waktumu
Namun apa,
Untuk mencintai dan menyayangi
Mungkin sebuah larangan
Justru aku akan diam
Sebab kebenaran dalam rambu-rambu ini
Tak perlu diucap
Entah sebagai saja kata untuk kalimat-kalimat doa.

Lelaki, Itu
Lelaki kecil di pojok kamar,
Matanya yang mulai kusam tak hentinya menangisiku
Aku dan dirinya adalah luka,
Duka dan air mata dari sebuah kehidupan yang sakit
Pemikiranku seperti para berhala,
Biarlah, tubuh kita menjadi perdebatan make up,
Hingga akhirnya tak lagi kita temukan warna dalam rupa serupa.

Masih Putih
Tiba-tiba percakapan manis
Hening dada berbisik pada relung dalam renung
Mengusik mengeja angka
Sudahkah pada saatnya aku harus membusurmu dengan yakinku?
Terlalu jauh,
Mampukah aku menerka
Sudah; inilah Ba’, Sin, Mim, Lam, Ha’.
Denyutku merinci dalam menjawab pertanyaanmu
Dan seharusnya aku yang meminta, bukan kau yang menanya.
Tapi begitulah karunia, harapan sebagai ilham
Benar-benar dalam ruhku, untukmu.

Luka-Luka-Laki-Laki
Susupkan lagi jari-jari panjangmu
disemak-semak Bibirku.

Ter Tanggalkan
Aku adalah Rindu yang kau Tinggalkan
Jenguklah aku
Barangkali aku sedang sakit…

Oleh: Nay Juireng Dyah Jatiningrat.
Lahir di KaduaraTimur, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep. Sekarang Melanjutkan Studi di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, Fakultas Pertanian Dalam Program Studi Agroteknologi. Mengabdi Pada Komunitas Teater Kopi Malang dan di PMII Komisariat Country Unitri Malang. Puisinya Pernah di Abadikan di Antologi Alif (2012), Sastra Kalimalang (2015), Lautmu Lautku (2015). Antologi Bersama Komunitas Kampoeng Jerami “AkarRumput” (2016) (Proses Deadline). Puisi yang pernah Mendapat Penghargaan Berjudul “Suamiku Aku Hanya Sebatas Sarjana Pertanian.