Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pelayanan Publik


PERNAH
terlintas dalam benak kita apa itu pelayanan publik? pelayanan publik adalah esensi dasar terwujudnya keadilan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, sebab pelayanan publik merupakan hak dasar setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara tanpa terkecuali.

Setidaknya, ada tiga masalah penting yang perlu disikapi dalam penyelenggaraaan pelayanan publik. Pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Kedua, tidak adanya kepastian pelayanan. Dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik.

Undang-undang (UU) Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) telah secara pasti memberikan jaminan bagi setiap warga negara untuk dapat mengakses dan mendapatkan pelayanan yang baik.

Menurut Lenvine, dikutip dari buku Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, produk pelayanan publik dalam negara demokrasi paling tidak harus memenuhi tiga indikator. Pertama, responsivitas. Pemerintah dalam hal ini sebagai penyedia layanan, dituntut tanggap terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan. Itu artinya, ada instrumen yang jelas antara penyedia jasa layanan dengan masyarakat yang menjadi pengguna jasa layanan.

Kedua, responsibilitas. Pemerintah harus memiliki suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan. Sehingga, monitoring dan evaluasi pelaksanaan layanan dapat secara cepat dilakukan.

Ketiga, akuntabilitas. Pemerintah juga harus membuat suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Agar pelayanan betul-betul dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Selama ini, pemerintah daerah maupun pemerintah desa lemah dalam setiap pelayanan publik yang menjadi kewenangannya. Masyarakat seolah-olah dibiarkan begitu saja tanpa ada advokasi dalam menerima jasa layanan. Bahkan, tak sedikit masyarakat yang menggunakan jasa “calo” untuk memperoleh layanan. Itu adalah sebuah bukti jika jasa pelayanan publik kita masih belum prima (baik) dan jauh dari esensi dasar pelayan yang semestinya didapatkan. Dengan kata lain, pemerintah telah melakukan diskriminasi pelayanan.

Bayangkan saja, untuk mengurus administrasi kependudukan misalnya, harus bolak-balik ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (dispendukcapil) yang itu menyita banyak waktu. Masyarakat menajadi sulit mengurus karena harus mencari sendiri bagian-bagian yang wajib dilalui. Belum lagi tigkat lamanya responsivitas penyelenggara layanan yang lama dalam menyelesaikan urusan seperti demikian, akan sangat merugikan pengguna jasa layanan. Hal ini kemudian yang menyebabkan ketidakpastian layanan publik bagi masyarakat.

Selain itu, tingkat kepuasan pelayanan publik dengan maraknya calo, dan lamanya proses pelayanan dapat dipastikan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik rendah. hal itu dapat masyarakat rasakan dengan diskriminasi layanan dan ketidakpastian layanan publik yang didapatkan masyarakat selama ini.

Ketika demikian yang terjadi, pemerintah sesuai amanat UU semestinya sudah harus melakukan strategi dengan memaksimalkan pelayanan publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena hal itu adalah amanat yang wajib dilakukan oleh pemerintah selaku penyedia layanan publik. Tentu hal itu merupakan dasar terwujudnya keadilan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dalam menyejahterakan masyarakat.

Ketika pemerintah sebagai penyedia jasa layanan publik memiliki komitment tinggi untuk mencapai kesejahteraan, tentu masyarakat akan menerima layanan publik dengan mudah, cepat dan tepat sesuai dengan kebutuhannya. Pemerintah memang perlu melakukan terobosan-terobosan untuk mencapai itu, supaya apa yang menjadi kewajiban pemerintah mampu tercapai dengan terciptanya kesejahteraan masyarakat dalam kehidupan berdemokrasi. Semoga demikian! (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).