Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sajak-Sajak Nikris Riviansyah


Nurmala

Nurmala aku kembali bermimpi
bertapa pada goa yang berbeda
menyatu pada pertemuan yang sama
seperti cerita Potre Koneng dan Adi Poday
melahirkan Jokotole pahlawan Sumenep

Nur, pada malam sebelum memuntahkan fajar
tasbih yang kuhitung dengan kesucian ayat
membayangkan tubuhmu di bawah tubuhku
menancapkan tongkat sakti
seperti Jokotole menyembuhkan Dewi Ratnadi

lalu jadilah sungai dan kita mandi berenang
sebab kau adalah putri yang tidak dilahirkan di istana
dan aku laki-laki perkasa lahir dari rahim ombak madura.

Sumenep, 2016

Doa
sebelum dunia runtuh dan kau kehilangan ruh
ayat yang selalu kau nyanyikan adalah cahaya dalam kamarmu
ketika tanganmu merangkak dan hidungmu mencium bumi
sempit akan menjadi luas sebab tanah asalmu menjadi manusia

pohon pohon yang kau tancapkan pada sepetak tanah
alam akan menjaganya hingga tumbuh berbuah
bau bunga, wangi akan kau hirup, busuk akan kau rasa
seluruh buahnya adalah milikmu manis kau jilat pahit kau telan

masihkah kau ikat tentang perjanjianmu
sebelum kau lahir dari lubang neraka sekaligus surga
lalu masuk pada alam yang penuh dosa
dan kelak akan kau pikul di hadapan-Nya

doamu adalah bunga
doanmu adalah panah
ketika napasmu tiada lalu bangkit kembali pada alam yang lain.

Malang, 2016

Ojhung II
Bila cambuk pecah seperti petir mengalir di dada
Lelaki yang kehilangan arah akan mati bila kalah
Setetes darah mengalir lebih dulu dari keringat langit
Panjatan doa serta mantra terucap dari setiap mulut manusia

Tanah-tanah gersang dedaunan gugur dari dahan
Duh tuhan, kering-kemarau melanda
Adakah yang lebih indah dari lahirnya pupus
Dan tumbuhnya rerumputan di ladang-ladang

Padi hijau melambai dari setiap petak sawah
tahun ini tak lagi ada, hanya pohon besar sisa penebang
sumur-sumur tempat mandi hanya jadi jurang tak berisi
sungai-sungai kering tinggal laut airnya asin

sekali lagi bunyi cambuk itu terdengar
satu orang di punggungnya darah mengalir
suara menggelegar tangis terselip senyum
mengamini air yang tandang dari langit kemarau

Sumenep, 2016

Anak Madura
kami anak madura lahir dari rahim ombak
berlayar pada debur gelombang di dada
di laut biru menghitung detak jantung satu-satu
merantau, menyisakan jejak keseluruh tubuh negeri

Sumenep. 2016

Pedang
Pedang yang kau sabetkan
Mengalirkan darah sebab jantungku yang kian berdetak
Kututup mulutku, meski sakit merajang tubuh
Angin tak cukup mengeringkan peluhku yang semakin basah
Kau semakin menjadi, di antara hujan, petir, dan kilat yang menyala-nyala

Bagaimana aku bisa lari, perehu terbalik kau belah
gundukan gunung terguncang dadaku pecah
hanya diam pasrah sebab aku wanita
dan kau laki laki perkasa yang hanya menjerit ketika digigit

Malang, 2016

Pelayaran Malam
sekali luka seiring kuremas
bukit kecil di lapang dadamu
sesekali geliatmu geterkan langit
guncangkan tujuh lapis bumi

kuangkat dua tiang tubuhmu
perlahan kau mengangkang terlentang
pada cucuran peluh dari tubuhmu

pelan menjalar tanganku sampai
pada perahumu terbelah
mari berlayar sebelum badai datang
hingga hilang segala tegang

Sumenep, 2016

Sepasang Nama Dari Surga
kita adalah sepasang nama yang lahir dari surga
orang menyebut, adam bagiku dan bagimu hawa
dariku kau diciptakan darimu manusia lahir
ruhku dan ruhmu sama, tubuhku dan tubuhmu dalam nama

bumi yang dari kian lalu telah dimandikan darah
dari tikai dan cekcok tangan-tangan angkara
perempuan merebut adam
laki-laki saling menginkan kecantikan hawa

kita sepasang nama dari surga
mari bersatulah, biarkan bumi tetap indah
sebab dalam tubuhmu terselip tulangku
dan pada tubuhmu pula akan kuselipkan sebagian tubuhku

Malang, 2016

Nikris Riviansyah, lahir di Batang-Batang, Sumenep Madura, 12 juli.menulis puisi di beberapa media dari sejak tahun 2013, Mahasiswa ilmu komunikasi UNITRI Malang, dan kini masih aktif di komunitas sastra “malam roboan”