Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi Alif Naqti; Peron


Sisa isak menghentikan rinai yang belum pungkas menghitung tawa di ibu kota.
Padahal kereta tua telah mengenalkan temaram pada hutan gelap yang lupa berterimakasih.
Ia menyapu segala jejak kemarin, dari stasiun ke stasiun wasiat belanda.

Rindu dan hutang tatapan adalah alasan tepat untuk sebuah pencarian.
Seperti isyarat embun yang merdeka dalam cokok daun talas—
waktu merupakan ruang terbaik untuk saling menemukan.

Loba-loba menjadi pertanda bahwa kita hanya kelimun belatung yang menunggu seguguran daging dari pertikaian burung bangkai.

Jakarta, 3.2.2017

*Alif Naqti, Lahir di Sumenep. Lulusan Universitas Gajayana Malang. Mantan Ketua Umum PC. PMII Kota Malang, “Bersajak adalah bagian terpenting dalam hidupku”.