Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mahasiswa Menjawab Passion atau Fashion?


AGEN
of change, agen of control, and agen of social itulah mahasiswa, setidaknya dengan tiga penyalur ini menunjukkan eksistensi mahasiswa sebagai pilar dan motor penggerak bagi kemajuan bangsa.

Mahasiswa merupakan makhluk intelektual yang sangat penting peranannya bagi kehidupan bangsa dan negara. Kemajuan bangsa dan negara diciptakan oleh mahasiswa. Sudah banyak sumbangsih ide ataupun action mereka yang sudah disalurkan bagi kemerdekaan NKRI.

Namun faktanya hari ini, kemana mahasiswa? Kemana mereka ketika melihat Indonesia sedang mengalami keterpurukan, mengalami krisis moral, krisis intelektual. Ada apa dengan mahasiswa hari ini? Harusnya masalah ini bisa dijawab dan diatasi oleh mahasiswa.

Mengaca pada fakta yang ada, mahasiswa lebih suka duduk di cafe jika dibandingkan duduk di tempat kopi membahas masalah kenegaraan, faktanya mahasiswa hari ini lebih mementingkan fashion daripada passion.

Jika sudah demikian, bagaimana dengan mahasiswa yang terlibat dalam cengkraman hedonisme? Sekilas hal ini positif karena bisa dijadikan sebagai pekerjaan dalam bidang fashion, dan ini cukup untuk dijadikan uang tambahan kuliah.

Namun lebih dari itu, mereka yang hanya memikirkan tentang  tempat ter-hits yang akan di tongkrongi, warkop lesehan tidak cukup untuk mereka jadikan tongkrongan karena kurang elit, padahal orang tua di rumah mati-matian untuk mengirim uang kepada anaknya yang sedang menempuh pendidikan sarjana.

“Anakku sedang belajar di kota orang maka jangan sampai anakku kelaparan”, setidaknya itulah kalimat yang ibu lontarkan setiap mengirim uang kepada anaknya, padahal pergaulan anaknya begitu tak bertanggung jawab apabila dibandingkan dengan perjuangan ibu demi dirinya.

Ia percaya bahwa anaknya sudah besar, sudah bertanggung jawab, sudah hampir sarjana. Itulah mengapa ibu dan ayah percaya kepada anaknya. Nyatanya anaknya di kampus selalu saja kebingungan dengan penampilannya, “Besok pakai baju apa? Senada tidak ya dengan sepatunya? Bagaimana dengan tas ini?”

Pertanya-pertanyaan itu selalu ada dalam benak mahasiswi yang mengutamakan fashion, hampir setiap harinya ia memikirkan itu. Otaknya tak pernah diasah, hanya berkeluh kesah dan uang jajan selalu minta tambah.

Sebenarnya apa yang mereka inginkan dari perkuliahan ini? Apa hanyab menampakkan diri? Atau hanya menginginkan ijazah atau hanya mencari sosok untuk dijadikan ijab sah? Padahal dalam diri seseorang yang manyandang label mahasiswa itu tidak mudah, dan tidak semua orang memiliki label itu, ketika memiliki label itu tentunya ia harus terpatri dalam dirinya bahwa dirinyalah penggerak perubahan, dirinyalah yang mampu memberontak kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat.

Seyogyanya label mahasiswa tidak begitu mudah, karena mimiliki tanggung jawab yang begitu besar terhadap masyarakat, sebagai penyambung lidah rakyat. Maka tidak cukup kalau hanya belajar dalam kampus, belajar hany didefinisikan sebagai perkuliahan dalam bangku kuliah.

Lebih dari itu, mahasiswa harus peka terhadap lingkungan sekitar, terus mengasah diri dengan membaca buku. Apalagi untuk mahasiswi, tidak cukup kalau hanya pandai bersolek, kalau tak pernah mengasah, selalu berkeluh kesah apabila kurang uang jajan.

Kembalilah kepada khittah mahasiswa sebagai penyambung lidah rakyat, peka terhadap kondisi sekitar serta tak lupa melaksakan studinya dengan begitu semangat, jangan selalu gunakan waktu untuk hal yang kurang bermanfaat bagi sebuah studinya. Teruslah mengasah jangan selalu berkeluh kesah. (*)

*Muallifah, Mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan.