Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kartu Tani


INI
tentang masa depan petani. Tidak ada yang prestisius selain membincangkan masa depan pertanian yang pada masa Pemerintahan Jokowi melakukan berbagai reformasi kebijakan yang menyangkut bidang itu.

Salah satu prestis kebijakan pemerintah dalam memajukan sektor pertanian adalah dengan implementasi kartu tani yang sejak awal tahun 2018 mendatang akan mulai diterapkan secara menyeluruh di Indonesia.

Kartu tani merupakan gebrakan Pemerintah Pusat untuk memonitor bantuan subsidi dibidang pertanian sebagai langkah konkret guna memastikan subsidi yang diberikan tepat sasaran. Selain itu, kartu tani juga diproyeksikan pada berbagai hal yang itu bertujuan untuk menyejahterakan petani.

Pengalaman sebelumnya, bantuan atau subsidi yang digelontorkan pemerintah selalu dinilai tak tepat sasaran. Sehingga dalam hal tersebut terjadi penyalahgunaan wewenang yang sudah tentu merugikan negara. Demikian pula pada program pertanian, bantuan dan subsidi yang diberikan pemerintah kepada petani dinilai sama, selalu tidak tepat sasaran.

Misalkan subsidi pupuk, bantuan benih/bibit dan bantuan pertanian lainnya yang hendak disalurkan kepada petani agar tidak disalahgunakan pihak tak bertanggungjawab yang hal itu dapat merugikan negara, terutama petani.

Dilasir Kompas 12 Oktober 2017, kartu tani merupakan alat transaksi berupa kartu debit yang dapat digunakan oleh para petani untuk membeli pupuk subsidi. Didukung dengan data lengkap didalamnya, maka petani pemegang kartu tani akan lebih mudah mendapatkan pupuk subsidi. Selain itu, kartu tani tersebut dapat berfungsi sebagai kartu penjualan hasil panen pertanian.

Hemat penulis, regulasi pemerintah memaksa petani untuk mendaftarkan dirinya melalui kelompok tani (Poktan) setempat adalah langkah positif yang perlu didorong untuk bisa sukses melakukan pembenahan di bidang pertanian.

Namun hal itu tentu juga harus disokong oleh kesiapan pemerintah daerah dan stakeholder dalam mengimplementasikan regulasi pemerintah pusat tersebut. Supaya misi pemerintah pusat bersama stakeholder benar-benar dirasakan manfaatnya oleh petani dan bukan malah sebaliknya, menjadi beban para petani.

Implementasi di Sumenep

Di kabupaten Sumenep yang terletak di ujung paling timur pulau Madura, kartu tani sudah diluncurkan dan diresmikan oleh pemerintah daerah. Saat itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M. Sumarno bersama Bupati Sumenep A Busyro Karim yang meresmikan penggunaan kartu tani di kabupaten Semenep.

Diwartakan Koranmadura 6 Juni 2017, Kabupaten Sumenep merupakan daerah yang paling siap atau boleh dikatakan tuntas menyelesaikan pendistribusian kartu tani dibandingkan dengan daerah lainnya di seluruh seantero negeri ini, itu artinya Sumenep menjadi “pilot project” kartu tani di Indonesia.

Namun, pada proses verifikasinya ternyata kartu tani masih belum bisa dikatakan siap sepenuhnya. Apologi “pilot project” yang disampaikan ke publik menyisakan berbagai persoalan petani di Sumenep yang hal itu berdampak pada carut-marutnya distribusi pupuk subsidi pada para petani.

Banyak petani mengeluhkan ribetnya pengurusan kartu tani, disamping itu, bagi yang telah terverifikasi datanya dan memiliki kartu tani juga mengalami hal yang sama, mereka kesulitan mendapatkan pupuk subsidi yang dinilai akan lebih mudah dalam pelaksanaanya oleh pemerintah.

Memang, para petani pemegang kartu tani mengusulkan kebutuhan pupuk subsidi melalui poktan yang diikutinya. Namun ternyata juga tidak segampang itu melaksanakannya, sebab usulan para petani beragam dan poktan mengusulkan pada pemerintah setempat jumlah kebutuhan pupuk subsidi per-poktan yang ada.

Atas usulan itu, barulah poktan mendapatkan distribusi pupuk subsidi dari pemerintah setempat sesuai dengan kebutuhan yang telah diusulkan kepada pemerintah melalui poktan tadi. Masalahnya menjadi semakin sulit, ketika poktan tak kunjung mengusulkan berapa kebutuhan pupuk subsidi yang dibutuhkan kelompoknya karena beberapa masalah, termasuk kesiapan poktan untuk menebusnya dari pemerintah.

Dipungkiri atau tidak, begitulah kenyataan yang terjadi. Terlepas dari berbagai regulasi yang dimaksudkan untuk memperbaiki tata pertanian, khususnya para petani juga tidak mudah. Sebab pada proses implementasinya selalu mengalami berbagai kendala yang itu juga merugikan, meski niat pemerintah sebenarnya untuk menata masa depan petani yang sejahtera.

Pemerintah dalam hal ini merupakan pihak yang bertanggungjawab pada pelaksanaanya di lapangan, sangat dinanti-nantikan dapat melihat langsung proses penlaksanaan kartu tani pada setiap poktan yang ada. Karena jika para petani menghadapi masalah seperti saat ini, minimal pemerintah segera menemukan jalan keluar atau solusinya.

Sebab, pertanian di kabupaten Sumenep sanggat vital. Dan supaya pemerintah daerah tidak terkesan “melempar batu sembunyi tangan” yang hal itu telah dijelaskan di awal bahwa hanya kabupaten Sumenep yang paling siap menerapkan kartu tani.

Semoga kartu tani bermanfaat sesuai dengan misi dan peruntukannya, yakni menyejahterakan petani. (*)