Sajak Tino Watowuan
Puisi Rumit
Di tangannya berlumuran kekata
usung makna di mata pembaca
penyair itu lidah kebenaran, katanya
Aku sering tenggelam menyelam puisi
diksi rumit digapai; nalar tak sampai
apakah penyair selalu jujur?
Puisi rumit nalar sembelit
mungkin kepalaku terjepit sempit
atau barangkali penyairnya pelit
lalu bagaimana dengan kebenaran?
Kb, 12 Januari 2020
Apa Adanya
Tampak megah di horizon langit
Mungkin hujan sedang rehat sejenak
Tiada gulungan sepia melingkar cakrawala
Menawan, kendati tanpa bianglala mewarnai
Serupa rautmu tanpa bedak dan lipstik
Nyanyian laut bertalu-talu
Tarian ombak serupa gerai rambutmu
Tanpa mesin catok dan bau makarizo
Sepanjang buih zaman kian bingar
Embus angin di pucuk-pucuk kelapa
Mengibas-ngibas wajah musim
Tanpa sanggup menyibak tubuhmu
Dari lilit kain mengebat sekujur
Senja telah tercium di bibir semesta
Perlahan menjalar di bawah kaki bukit
Serupa binar dua bola matamu
Tanpa pisau cukur alis menggurat
Engkau tahu?
Jika mereka mengagumi karena polesan
Berarti matanya tertipu sebuah kebohongan
Kepalsuan yang kau ukir sendiri
Adalah keindahan yang paling semu
Jika kau tak ingin kehilangan diri sendiri
Hanyut tergerus dalam labirin zaman
Tetaplah menjadi dirimu apa adanya!
Kb, 9 Januari 2020
Kenal-Mengenal
Mulanya tak kenal
lalu saling mengenal
tak kenal maka tak sayang
Ketika tak sepadan asa
memilih saling memunggungi
mereka menyimpan bara api
di kantong dada masing-masing
ingatannya enggan keriput
Apa lebih baik tak kenal-mengenal
tak kenal maka tak benci
untuk tidak menabung dosa?
Kb, 11 Januari 2020
Barangkali Tuak Adalah Puisi
Beberapa orang duduk melingkar
tuak dituang dari tangan ke tangan
dari satu bibir ke bibir yang lain
Pada tegukan yang ke-sekian
seolah berganti rupa dan suara
seperti penyair mengunya puisi
Di mulut kata-kata beranak-pinak
bak riwis hujan gugur di halaman
barangkali tuak adalah puisi
yang telah menjelma dalam teko
bagi para penikmat
Kb, 14 Januari 2020
*Tino Watowuan. Penikmat sajak. Lahir dan tinggal di Adonara, Flores Timur, NTT.