Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi-puisi Tino Watowuan: Kisah di Balik Nikmat Kopi hingga Tentang Janji


Kisah di Balik Nikmat Kopi

Sewaktu masih bocah ibuku melarang
tak boleh minum kopi, entah kenapa
setiap kali kutanya apa pasal
“nanti otakmu bodoh,” jawabnya singkat

Kini kopi telah menjadi teman karib
memeluk pagi dan melepas senja
bahkan hingga malam mengetuk pintu
bila tak ada kopi, getar gempa di kepala

Suatu malam sambil menyeduh kopi
kuhidu kisah-kisah dalam lembar cerita:
banyak ide-ide diaduk di kedai kopi
yang menyulut api Revolusi Prancis 1789
nyala artileri tak pernah padam

Montesquie dan kawan-kawannya
tak jarang nongkrong di Caffe Alexandre
ada juga D’Holbach di sana

Ken Arok membakar semangat juang
di setiap warung-warung kopi
merebut Kerajaan Kediri
dari kepal tangan Tunggul Ametung

Hariman Siregar menyeruput gagasan
dan siasat di warung-warung kopi
pada rezim orde baru
hingga meletus peristiwa Malari 1974

Dono, Kasino, dan Indro dalam Warkop
ikut menjewer kuping rezim kocak itu
penonton terbahak mengocok perut

Kopi membawaku berkelana jauh
menjumpai ragam peristiwa
dan kini aku menemukan jawaban lain
dalam kisah-kisah di balik nikmat kopi

(Kb, 2022)

Berita Kematian

Di layar televisi banyak orang hebat
saling berdebat, silang pendapat
di media sosial pun bertengkar
seperti kasus Sambo yang belum kelar

Kalau di sana, hati nurani yang mati
di kampung kami, ayam-ayam mati
di rumah warga, sepanjang lorong
bau bangkai sedang menikam hidung

“Anjing mati, babi mati, ayam mati
kini apa yang bisa dijual untuk hidup?”
demikian ibu menggerutu

Ya, tinggal kebohongan dan kemiskinan
yang diternak, sedang beranak-pinak
ramai di lapak 2024 mendatang
untuk dapat membeli perut bunting

(Kb, 2022)

Tentang Janji

Bahwa sejak zaman baheula hingga kini
kesalahan paling rentan adalah lupa
namun tidak sedikit kita gemar berjanji
seperti mulut politisi yang madu itu

Tapi bukankah hidup untuk esok
hanya dapat menjumpai kemungkinan?

Tak ada satupun yang benar-benar tahu
seberapa nyatanya kelak
tak ada yang ingin jadi pendusta, bukan?

Kita hanya bisa berusaha sebagaimana
sungai kepada alir, angin kepada embus
atau ombak kepada deburnya

(Kb, 2022)

*) Tino Watowuan. Orang kampung; lahir, tinggal, dan betah di kampung. Buku kumpulan puisinya berjudul “SMS untuk Tu(h)an” (Laditri Karya, Baturaja- Sumatra Selatan, 2021). Sekarang ia sedang memungut kata-kata untuk bukunya yang kedua.