Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi Muhammad Dzunnurain: Antara Bola, Pencinta dan Kemanusiaan


Tragedi kanjuruhan

Secarik kertas yang aku tulis di depan angkringan
Dengan keseruan menonton pertandingan sepak bola
Pengen ku lontarkan bait-bait sajak
Ketika mendengar pluit wasit
Pertanda akhirnya sebuah pertandingan
Ketika itu kebisingan merajarela
Serine berbunyi,Tribun berasap,suporter berterbangan ke lapangan
Kapan mereka-mereka yang hanya ingin menjadikan permasalahan
Untuk tidak melibatkan banyak korban

Bukan hanya bermaksud untuk kepuasan semata
Akan tetapi ingin menjaga martabat mereka
Aku tak pandai bermain bola
Tapi untuk kita semua
Untuk sepak bola kita
Yang harus kita jaga bagi seorang pecinta

Apakah mereka masih tega
Mempermainkan peraturan fifa
Hanya untuk kepuasan semata

Pertandingan itu wajar
Dengan kekalahan dan kemenangan yang mereka raih
Itu hanya hasil dalam usaha-usaha mereka
Dengan mengedepankan sportivitas

Kasihanilah mereka para pencinta yang hanya sekedar menonton
Yang ini akan terlibat menjadi dalang
Dengan meraratanya segala permasalahan

Tunjukkan bahwa kita berkemanusiaan
Dengan mengedepankan intelektual
Mendalami spritual
Dengan emosional kita yang harus tunjukkan kepada mereka-mereka
Untuk saling menghargai satu sama lain

Semoga mereka hidup tenang
Yang berpulang untuk tidak menyimpan rasa dendam
Semoga di tempatkan disisi yang tenang
Bersemayam dalam kebahagian yang tuhan berikan

Malang, 2022

Kenangan dalam Perpisahan

Siang berganti malam
Begitu pula malam menunggu hangatnya siang
Kini telah dalam suasana perpisahan
Satu jam serasa satu detik
Akhir sebuah perpisahan
Yang tak akan pernah ku lupakan
Akan ku simpan dalam lemari kenangan

Malang, 2022

*Muhammad Dzunnurain, lahir di Sumenep pada 30 Juni 2003. Mahasiswa biasa saja. Menghabiskan waktu dengan membaca. Salah satu karya Puisi dan Esai pernah di muat di media online dan cetak di antaranya Majalah Sidogiri Edisi 179, Antologi Puisi “Patah” (2022), Negeri Kertas (2022), Nolesa (2022), Rumah Literasi Sumenep (2022), Harian Bhirawa (2022).