Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islam, Semangat Membangun Generasi Emas


“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.(QS. Al-Kahfi: 10)

Ayat ini menceritakan tentang kisah Ash-habul Kahfi (para pemuda penghuni gua). Mereka rela meninggalkan kampung halaman demi menyelamatkan aqidah.

Para pemuda yang konsisten memegang teguh prinsip yang telah diyakini. Mereka bukanlah anak muda pada umumnya yang mudah tergiur oleh indahnya godaan dunia dan sadar bahwa hingar bingar kehidupan duniawi justru akan melunturkan iman.

Ratusan tahun setelah kisah ashabul kahfi, muncul lagi era keemasan pemuda, Al-Qur’an menceritakan: “Mereka (raja Namrut) berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini namanya Ibrahim“.(QS. Al-Anbiya: 60)

Sosok pemuda bernama Ibrahim as menjadi viral di masanya. Lantaran Ia dengan berani menghancurkan tradisi penyembahan berhala menuju agama tauhid, berkat pertolongan Allah pemuda yang kelak menjadi bapak para nabi ini terbukti kebal saat di bakar hidup-hidup.

Pada masa awal kebangkitan Islam, banyak sekali bermunculan pemuda cerdas, cerdik dan pemberani. diantaranya Usamah bin Zaid, ia diangkat oleh Nabi saw sebagai pemimpin pasukan Islam di usia 18 tahun, saat kaum muslimin menyerbu wilayah Syam yang merupakan wilayah kekuasaan Romawi, Padahal diantara prajurit terdapat orang yang lebih senior seperti Abu Bakar, Umar bin Khathab dan lainnya.

Di usia yang masih relatif muda, Zaid sangat setia mengawal dakwah Rosulullah hingga Nabi merasa perlu mengangkatnya. Dari dulu hingga kini banyak sekali kisah para pemuda inspiratif, tentu yang relevan di masanya masing-masing.

Nah, dari kisah pemuda inspiratif tersebut, setidaknya ada beberapa sikap yang bisa di ambil pelajaran.

Pertama, mereka menjadikan taqwa sebagai prinsip, yaitu keyakinan yang tulus kepada Allah di buktikan dengan sikap dan perbuatan baik.

Kedua, Sifat berani Menghadapi tantangan, bahkan tegas melawan sistem (tatanan) yang menyimpang dari ajaran Allah.

Ketiga, mereka di gambarkan sebagai pemuda kreatif, yaitu dengan bekal ketaqawaan dan keberanian mereka punya gagasan melakukan banyak hal menuju perubahan signifikan dalam membangun peradaban (tsaqofah).

inilah ciri utama pemuda emas yang tergambar dalam kisah peradaban masa lalu. Maka sebagai insan yang beriman tentu akan menjadikan tiga langkah diatas sebagai acuan tiap perbuatan yang dilakukan supaya langkah kita berbuah baik di dunia maupun di akhirat.

Program Pembangunan Pemuda

Dari kisah masa lalu mari kita lihat realitas pemuda masa kini, betapa banyak sekali cipta karsa anak muda ikut serta dalam proses pembangunan, bahkan pemuda selalu mendapat perhatian lebih di setiap kontestasi peradaban, misalnya firman Allah:

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.

Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (An-Nisa/4:9)

Ayat ini menjelaskan bahwa ada dua syarat yang wajib di lakukan dalam proses regenerasi. Antara lain:

Pertama, segala yang dilakukan harus berorientasi taqwa kepada Allah, semua akan na’if dan sia-sia apabila hanya berorientasi dunia saja, Islam mengajarkan bagaimana menciptakan keseimbangan antara fisik (jasadi) dan batin (ruhi), dalam kitab al-Jâmi’ ash-Shoghîr karya Imam Jalâluddîn as-Suyûthiy terdapat sebuah hadîts:

«اعْمَلْ عَمَلَ امْرِئٍ يَظُنَّ أنْ لَنْ يَمُوتَ أَبَدًا وَاحْذَرْ حَذَرَ امْرِئٍ يَخْشَى أنْ يَمُوتَ غَدًا»

Bekerjalah seperti orang yang tidak akan mati selamanya, dan takutlah seperti orang yang akan mati besok.

Dalam al-Faydh al-Qôdir Juz 2 halaman 12, Imam al-Munâwiy menjelaskan bahwa sebagian ulama’ memaknai hadîts ini sebagai motivasi supaya totalitas dalam proses pembangunan agar hasilnya bisa dinikmati oleh generasi berikutnya, hadîts ini juga memotivasi agar beramal untuk kehidupan akhirat.

Maksud ungkapan di atas adalah, bahwa pada saat kita bicara persoalan dunia maka harus berorientasi jangka panjang, optimistis dan terencana, disinilah keterlibatan generasi muda harus jadi prioritas, untuk keperluan edukasi dan regenerasi.

Begitu pula sebaliknya, disaat melakukan ibadah orientasi harus fokus ke akhirat, pekerjaan dunia sementara harus ditingalkan, itulah ajaran Allah yang maha sempurna supaya perjalanan hidup ini baik dan terarah. Allah berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

Artinya: “Carilah di dalam apa-apa yang telah Alloh berikan kepadamu dari negeri Akhirat dan jangan lupa bagianmu dari dunia”.[QS. Al-Qoshosh : 77]

Islam tidak pernah mengajarkan menjadi orang yang hanya menunggu keajaiban turun dari langit, dengan hanya duduk di masjid sambil berdo’a atau menghayal, akan tetapi Islam mengajarkan menjadi seorang hamba yang mau bekerja keras dengan diiringi oleh do’a kepada Alloh Ta’ala. Perubahan nasib akan terwujud jika seorang hamba mau berusaha. Allah berfirman:

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS.ar-Ra’d:11)

Kedua, berkatalah dengan benar, jujur dan berintegritas. Tiga unsur ini harus di miliki generasi penerus bangsa, mengingat kejujuran dan integritas mgerupakan syarat wajib para pemimpin pemegang amanah umat.

Pertama; seorang pemimpin harus hati hati dalam berucap, Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Kedua: seorang pemimpin harus Jujur, adalah suatu prilaku yang mencerminkan adanya kesesuaian antara hati, perkataan dan perbuatan. kejujuran selalu menunjukkan konsistensi antara tindakan dengan prinsip kebenaran, Sabda Nabi Muhammad SAW : “Dari Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa kesurga…” (H.R.Bukhari).

Ketiga: seorang pemimpin harus berintegritas, adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan

Kalau tiga unsur diatas telah menjadi jati diri, maka akan lahir generasi emas yang siap memimpin bangsa di masa yang akan datang. (*)

*Mukmin Abdani, Alumni Pusat Studi Al-Qur’an Jakarta.