Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Kesenian Sintung yang Sambut Kedatangan Jokowi di Annuqayah


Sumenep, Rumah Baca Orid

Salah satu budaya kesenian Sintung yang berasal dari Dusun Batang, Desa Ambunten Tengah, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep, meramaikan Penyambutan kedatangan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo, di Aula Assyarqowi, PP Annuqayah Guluk-guluk, Sumenep, Madura, Jawa Timur, Minggu 8 Oktober 2017.

Sintung merupakan salah satu kesenian yang berasal dari kalangan pinggiran. Kesenian yang sangat terkenal pada abad ke XVIII ini merupakan kesenian yang mengandung nilai ketauhidan dan shalawat perdamaian.

Kata Sintung merupakan akronim dari rangkaian kata “wang-awang sintung”, wang-awang mempunyai arti mengangkat kaki, dan kata sin berasal dari bahasa Arab, berarti bergembira ria. Sedangkan tung, merupakan kepanjangan dari kata settung (satu).

Secara gamblang dapat diartikan bahwa Sintung adalah refleksi jiwa dan ungkapan kegembiraan yang diekspresikan dengan cara mengangkat kaki, bergembira ria sambil melompat-lompat disertai pembacaan shalawat dan barzanji.

Gerak tarian dan nyanyian (shalawat dan barzanji) tersebut, hanya ditujukan pada satu Zat yang menguasai alam semesta, yaitu Sang Khalik, Sang Maha Pencipta dan Sang Maha Kuasa.

Para hadirin dan undangan tampak memberikan sambutan cukup meriah terhadap kesenian sintung ini, Itu terlihat dari tepuk tangan yang begitu gemuruh ketika kesenian tersebut dimulai.

Camat Ambunten, Joko Sigit Supraworo, mengaku senang sekaligus bangga, sebab kesenian warganya dipercaya menyambut kedatangan Presiden RI di PP Annuqayah hari ini.

“Senang dan Bahagia lah tentunya, ini kesenian asli daerah Ambunten Tengah meski sebagian personilnya banyak dari desa lain di Ambunten,” tuturnya

Menurutnya, dari berbagai sumber yang dibaca, ia mengetahui bahwa kesenian Sintung ini berasal dari Asia Tengah, yaitu semenanjung Arabia. Kesenian ini dibawa oleh para pedagang Gujarat (India), bersamaan dengan misi mereka yaitu menyebarkan agama Islam.

“Dari arah Sumatera, tepatnya di Aceh, kemudian kesenian ini terus menuju ke arah timur pulau Jawa, dan akhirnya sampai ke dataran pulau Madura. Di kampung Prompong, Kecamatan Dasuk inilah, sekitar abad XVIII berdiri sebuah pesantren yang melestarikannya,” kata Joko saat dikonfirmasi melalui pesan whatsapp-nya.

Ia menambahkan, Dari pesantren Prompong inilah kesenian Sintung diajarkan kepada para santri. Diantara para santri tersebut ada yang berasal dari desa Tamba Agung Barat, yang secara kebetulan mempunyai hubungan kekerabatan. Dari generasi ke generasi, kesenian Sintung ini diajarkan dan dilestarikan, kemudian merambat ke desa Ambunten Tengah.

“Sampai saat ini kesenian sintung masih hidup, bahkan ada pertemuannya setiap setengah bulan sekali, dalam bentuk kumpulan atau aresan. Anggotanya dari desa Ambubten Tengah, Ambunten Timur, Tamabaagung Barat dan desa lainnya,” ungkapnya. (koranmadura.com)