Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Trending Topik


MEDIA
cetak, online maupun visual televisi sebagai penyampai informasi terhadap publik hari ini mulai bergeser dengan mengejar “viral dan trending topik”. Kita ketahui misalkan dari beberapa kasus yang terutama hal itu menyangkut tentang skandal megaproyek, korupsi, dan isu tentang kriminal dikalangan elit penguasa negeri ini maupun para artis selebriti.

Pun demikian dengan media sosial (medsos) yang memiliki andil besar membuat dan menyebarkan viral serta trending topik pun hampir-hampir lepas dari kontrol kebudayaan dan kesopanan yang menjadi nilai budaya asli orang Indonesia selama ini.

Meme tentang fonomena yang kontroversial pun kadang cepat menyebar luas pada netizen melalui jejaring medsos seperti facebook, twitter, intagram, whatsapp, telegram dan lain sebagainya. Bahkan, meme yang disebarkan dan tak terbendung itu, mengarah pada unsur cacian yang bisa berujung pada penghakiman dan intoleransi terhadap seseorang (ujaran kebencian).

Meski pada dasarnya hal itu adalah perumpamaan dalam menggambarkan atau ekspresi atas sebuah peristiwa, tapi terkadang penggunaannya pun menjadi kelewat batas dan menghawatirkan. Ujung-ujungnya, meme akan menjadi hujatan yang berdampak pada ujaran kebencian seseorang terhadap seorang lainnya. Disadari atau tidak, Itulah yang terjadi di Indonesia.

Riuhnya trending topik media, terutama media sosial dan viralnya kabar tentang sebuah peristiwa terkadang dimanfaatkan seorang oknum tak bertanggung jawab. Hoax dimulai dari hal yang demikian itu. Tanpa terkonfirmasi faktanya, netizen akan langsung merespon dengan berbagai cara, termasuk meme yang mengandung unsur SARA dapat dimuat ulang dan disebarkan secara luas tanpa batas.

Jelas itu adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan. Ketika ini terus berlanjut, maka kita perlu khawatir dengan kondisi tersebut. Tanpa disadari atau tidak, kita telah mengkaburkan antara fitnah dan kebenaran yang pada dasarnya memang perlu waktu untuk membuktikan.

Penulis terkadang merasa prihatin atas hal itu. Bukan kemudian tidak penting mengikuti trending topik, tapi ada peristiwa lainnya yang juga tak kalah penting untuk menjadi konsumsi publik demi Indonesia yang berdaulat. Misalkan peristiwa tentang kemiskinan, perekonomian, pertanian, pendidikan, dan hal-hal lainnya yang “terdiskriminasi” oleh viralnya sebuah peristiwa atau populernya trending topik yang disuguhkan kepada publik tadi, baik yang diwartakan oleh media cetak, online dan televisi maupun pada medsos.

Artinya apa? Porsi pemberitaan yang ada dan disampaikan ke publik menjadi tak seimbang antara peristiwa yang menjadi trending topik dengan porsi pemberitaan lainnya. Padahal, isu-isu tentang kemiskinan, ekonomi, pertanian, pendidikan dan lainnya itu juga demi Indonesia di masa mendatang.

Ketika trending topik sudah tak terkontrol persebarannya di medsos dan mengarah pada SARA serta ujaran kebencian, itu akan kembali memunculkan masalah terhadap pelanggaran hukum. Ketika hal itu terjadi, maka akan kembali menjadi trending topik dan begitulah seterusnya. Masalahnya hanya berputar-putar pada unsur SARA dan ujaran kebencian.

Indonesia masih menjadi negara yang miskin dengan triliunan hutang atas nama pembangunan infrastruktur. Padahal, siapa yang bilang Indonesia itu negara miskin ketika potensi Sumber Daya Alam (SDA)-nya dikelola secara baik dan ditopang dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)-nya yang kurang lebih berjumlah 250 juta dengan berbagai lulusan dan tingkat pendidikan yang sangat bervariasi.

Disanalah letak masalahnya. Medsos hanya riuh tentang sesuatu yang viral dan trending topik yang hal itu tak terlalu berguna bagi masa depan Indonesia, yang ada hanya memunculkan masalah yang berujung pada SARA dan ujaran kebencian tadi.

Selama kurang lebih satu dekade terakhir, trending topik yang mengulas tentang masalah kemiskinan, ekonomi, pertanian, pendidikan dan lainnya itu hampir tidak ada. Toh walaupun ada, porsinya sedikit dan cepat hilang bagai badai besar yang dibawa alur angin topan.

Ketika penebangan pohon yang menggunduli hutan dan pegunungan Indonesia, siapa yang mau perdului? Ketika penambangan yang merusak berbagai ekosistem, termasuk pencemaran lingkungan dan kerusakan karst yang mengancam eksistensi hidupnya manusia, siapa peduli?

Meski ada yang perduli, hal itu sulit untuk menjadi trending topik dan tentunya viral. Mengapa? Karena media hari ini hanya sebatas mengejar viral dan trending topik yang itu tentu menguntungkan secara finansial semata. Wallahu A’lam.. (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).