Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Balai Desa


BEBERAPA
desa di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur hingga kini masih menggunakan rumah kepala desa sebagai satu-satunya kantor pelayanan kepada masyarakat. Bukan tidak ada balai desa, entah mengapa, bangunan itu hanya dibiarkan berdiri tanpa jati diri sebagaimana mestinya. Parahnya, bangunan itu dibiarkan kotor dengan keadaan pintu terkunci, tak terawat dan sangat jarang sekali nampak ada kegiatan.

Dari beberapa tahun terkahir, terlihat kepala desa nampak gemar membangun balai desa ketika sudah roboh atau ketika kepemimpinan desa mengalami peralihan. Artinya, ketika terpilih kepala desa baru diluar incumbent. Bahkan, ada desa yang memiliki balai desa ganda dan dua-duanya dibiarkan begitu saja tanpa ada aktivitas.

Lalu, apa gunanya desa memiliki balai desa ketika kemudian tak dipergunakan? Dilansir Sumenepkab.go.id, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Sumenep Achmad Masuni misalnya pada awal tahun 2017 lalu menyebut dari hasil pantauan dan laporan masyarakat, masih banyak balai desa yang tidak dipakai atau tak digunakan sebagaimana mestinya. (Baca: BPMD Kabupaten Sumenep Minta Balai Desa Ditempati)

Pada kesempatan berbeda, seperti dilansir RRI mislnya, Achmad Masuni menjelaskan jika balai desa sesungguhnya bisa digunakan pemerintah desa untuk memaksimalkan penggunaan dana desa, selain pelayanan terhadap masyarakat. “Perangkat desa ini menjadi ujung tombak keberhasilan penggunaan dana desa, sehingga harus memiliki keahlian memanfaatkan semua potensi desa. Oleh sebab itu, pemerintah desa akan melakukan pendampingan serta kerja di balai desa untuk prakteknya,” katanya.

Balai desa sudah tentu dibangun dengan anggaran yang tak sedikit. Meski jumlahnya mungkin hanya ratusan juta, hal itu tetap menjadi sia-sia ketika kepala desa membangun balai desa tanpa dipergunakan sebagaimana mestinya. Selain itu, perawatan balai desa menjadi catatan tersendiri, yang pada umumnya bangunan itu berumur sekitar 5 tahun lalu roboh alias rusak.

Sejatinya balai desa akan sangat bermanfaat ketika kepala desa menjadikan balai desa sebagai kantor pelayanan kepada masyarakat. Hal itu dimaksudkan untuk mempermudah pelayanan kebutuhan masyarakat dalam melakukan berbagai urusan, misalkan administrasi kependudukan dan keperluan-keperluan lainnya.

Perlu diketahui, di desa selama ini terjadi skat-skat kelompok masyarakat pendukung dari masing-masing calon kepala desa sebelum pemilihan kepala desa secara demokratis dilangsungkan. Akibat skat-skat ini, pendukung calon kepala desa yang kalah misalkan, akan sangat sulit mengakses pelayanan desa ketika kantornya di rumah kepala desa yang tak didukungnya saat pemilihan kepala desa. Akibatnya pelayanan desa terhadap masyarakat kurang maksimal. Sebab, skat-skat tadi akan terus berlangsung hingga lima tahun kepemimpinan kepala desa usai, dan begitu seterusnya.

Melihat kejadian seperti ini, rasanya akan sangat sulit ketika hendak berbicara kemajuan desa. Skat-skat kelompok masyarakat tadi akan terus berlangsung selama lima tahun kepemimpinan pemerintahan desa ketika balai desa tidak dipergunakan sebagai kantor pelayanan masyarakat. Dan itu bukan hanya merugikan kelompok masyarakat tertentu, tapi juga merugikan desa. Desa akan sangat lambat pertumbuhannya untuk mencapai kemajuan dalam pembangunan dan perekonomiannya.

Sistem perekonomian rakyat akan mengalami stagnasi, pun demikian dengan pembangunan juga akan mengalami hal serupa. Artinya, balai desa di sini akan menjadi jembatan rekonsiliasi kelompok masyarakat tertentu dengan pemerintah desa guna mencapai tatanan masyarakat yang berkemajuan dalam pembangunan desa. Dan kebalikannya, jika ijtihad kepala desa tidak mau berkantor di balai desa, hingga kepala desa menyelesaikan kepemimpinannya selama lima tahun, akan sulit untuk terbangun rekonsiliasi antara kepala desa dengan kelompok masyarakat tertentu tadi.

Oleh karenanya, menjadi penting untuk merealisasikan kantor pelayanan masyarakat ke balai desa guna mencapai dan mewujudkan pembangunan yang merata. Tidak digunakan dan dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu, tapi pelayanan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Mungkinkah? (*)

*Ahmad Fairozi, pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).