Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Yerusalem


SETELAH
Presiden Amerika Serikat Donal Trump secara mengejutkan menyatakan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dunia marah dan mengecam keputusan itu. Bagaimana tidak, hal itu terjadi disaat kedua negara (Israel-Palestina) melakukan perundingan damai yang sedang berlangsung sejak beberapa decade lalu itu.

Reaksi penolakan dan kecaman dari berbagai pemimpin negara muncul. Paling getol mengecam keputusan Trump itu adalah Presiden Turki, Tayyip Erdogan. Dirilis Reuters, Kamis 7 Desember 2017, Erdogan menyebut pengakuan Trump terkait Yerusalem sebagai ibu kota Israel telah menginjak-injak hokum internasional.

Erdogan menyebut jika pernyataan Trump itu hanya akan memanaskan konflik yang sedang berlangsung antara Israel dengan Palestina. “Apa yang akan anda lakukan, pak Trump? Sikap macam apa ini?,” katanya menegaskan.

Presiden Joko Widodo melalui jumpa pers di Istana Negara Bogor, Kamis 7 Desember 2017 juga melontarkan kecaman atas pengakuan sepihak Amerika Serikat terhadap kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Dalam jumpa pers itu, Jokowi menegaskan jika Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Masih dalam rilis yang sama, pemerintah Indonesia meminta AS mempertimbangkan kembali keputusan tersebut, seperti dilansir Kompas. Presiden Jokowi menegaskan jika pengakuan sepihak AS itu telah melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB. Hal itu dinilai pemerintah Indonesia dapat mengancam stabilitas dan keamanan dunia.

Pada dasarnya, tidak hanya Turki dan Indonesia yang mengecam keputusan Trump itu. Banyak negara-negara di benua eropa, asia, afrika, dan juga amerika mengecamnya. Alasannya pun sama, AS telah melakukan kesewenang-wenangan dengan pengakuan sepihak AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Bahkan, pada Jumat 8 Desember 2017, Sidang Darurat DK PBB soal Yerusalem dilakukan untuk merespon keputusan Trum itu. Namun sidang itu belum menampakkan adanya pengaruh signifikan terkait tekanan akan pengakuan AS atas Yerusalem. Itu artinya, kemungkinan besar pencaplokan Yerusalem oleh Israel akan berjalan mulus suatu saat.

Kota Yerusalem dikenal dengan berbagai peninggalan sejarah yang unik. Agama samawi seperti Yahudi, Kristen dan Islam memiliki historisitas tinggi di Yerusalem. Bagi Islam, Yerusalem adalah kota suci ketiga setelah Makkah dan Madinah, sebab di Kota Yerusalem berdiri Masjid Al-Aqsa yang pernah menjadi kiblatnya umat Islam selama kurang-lebih 16-17 bulan lamanya.

Pun demikian dengan keyakinan umat Kristen dan Yahudi, menganggap kota Yerusalem sebagai salah satu kota suci bagi agama mereka. Sehingga, dari dulu, bahkan jauh sebelum Masehi, Yerusalem selalu menjadi kota rebutan. Dan hingga saat ini pun, tanah Yerusalem seakan tak pernah lelah dengan kota perang.

Sebenarnya apa yang membuat hal itu terjadi? Penulispun merasa bingung ketika melihat dan memahami kondisi itu. Konflik berkepanjangan seakan tak kunjung selesai. Bahkan, beberapa pengamat memprediksi, kota Yerusalem tidak akan pernah final melaksanakan konflik.

Disatu sisi, Palestina dinilai sebagai pemilik sah kota Yerusalem oleh mayoritasn berbagai negara di dunia. Pada sisi berbeda, Israel mengkalim merekalah yang paling berhak memiliki kawasan Yerusalem yang itu juga didukung oleh beberapa negara, yang salah satunya adalah AS.

Melihat kondisi seperti itu, rasanya memang sulit mengharap konflik berkepanjangan di Yerusalem itu akan mereda atau bahkan mencapai final. Antara keduanya (Israel-Palestina) mengaku sama-sama memiliki hak atas kota Yerusalem itu. Namun ada beberapa hal yang mungkin perlu kita ketahui bersama. Dunia internasional selama ini menganggap Yerusalem adalah wilayah yang seharusnya berada di bawah kewenangan internasional, dan diberikan status hukum dan politik yang terpisah. Hal itu tertuang dalam resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947. (Baca: Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947)

Resolusi itu juga memberi mandat berdirinya negara Arab (Palestina) dan negara Yahudi (Israel) yang masing-masing berstatus merdeka. Namun pada kenyataannya, sudah sekitar 70 tahun yang lalu hingga hari ini, hanya Israel yang berstatus negara merdeka dan menjadi anggota tetap PBB, sementara Palestina belum berstatus negara berdaulat dan hanya menjadi anggota tetap PBB, itupun baru-baru ini terlaksana.

Pantas kemudian jika kota Yerusalem tidak pernah bersepakat dengan tanpa konflik. Ada ketidak adilan dan penjajahan yang terjadi dan melatarbelakangi terciptanya konflik secara kuat. Hal itu menjadi salah satu kiat atas terjadinya konflik berkepanjangan yang tak kunjung selesai. DK PBB dan Majelis Umum PBB pun dibuat hanya sebatas mengeluarkan resolusi-resolusi tanpa arti, toh Israel dengan Militernya tetap menjadi momok di Kota Yerusalem yang menjadi ikon tiga agama itu. Wallahu A’lam.. (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).