Banjir dan Genangan Air
BEBERAPA waktu lalu, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur mengalami curah hujan yang tinggi. Akibatnya, Kota Sumenep dilanda banjir yang berdampak pada terhentinya sementara aktivitas masyarakat. Selain memang curah hujan yang tinggi, diduga pemerintah daerah abai mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrim yang berdampak pada terjadinya banjir seperti yang dialami Kabupaten paling timur Pulau Madura ini.
Diketahui, saat ini pembangunan di Sumenep semakin pesat. Seiring dengan laju perekonomian yang makin meningkat, hal itu lumrah terjadi di berbagai daerah di seantero negeri ini. Namun, perencanaan dan penataan kota Sumenep cenderung diabaikan dengan semakin tingginya pembangunan dan peralihan lahan terbuka hijau menjadi bangunan-bangunan yang tentunya mempersempit keberadaan lahan terbuka hijau.
Bukan tidak mungkin Kabupaten Sumenep akan mengalami banjir setiap musim penghujan tiba jika pemerintah tidak segera melakukan perencanaan dan persiapan dalam menghadapi cuaca ektrim yang sangat mungkin terjadi suatu saat nanti. Dengan demikian, berbagai kemungkinan terburuk pun harus sudah dirancang sedemikian rupa agar Kabupaten Sumenep yang sudah mulai pesat pembangunannya dapat mengatasi masalah seperti banjir yang terjadi beberapa waktu lalu.
Ada pernyataan menarik ditengah riuhnya masalah banjir Sumenep beberapa waktu lalu. Wakil Bupati Achmad Fauzi berstatement di media jika yang terjadi bukan banjir, melainkan genangan air. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), genangan adalah proses terhentinya air mengalir. Maksudnya, terhentinya air mengalir karena terjadinya penyumbatan pada gorong-gorong, kali, sungan dan lain sebagainya karena disebabkan oleh kotoran yang menumpuk dan lain-lain.
Berbeda dengan Banjir yang disebabkan curah hujan yang tinggi disertai dengan tidak mampunya saluran pembuangan air berupa gorong-gorong, kali, sungai dan lain sebagainya dalam menampung debit air yang terlalu tinggi. Menurut KBBI pun, pengertian banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan yang biasanya kering karena volume air yang meningkat.
Artinya, pernyataan Wabup Achmad Fauzi yang berstatement Kota Sumenep tidak “banjir” melainkan terjadi “genangan air” itu salah. Mestinya, Kota Sumenep dilanda “banjir” karena volume air yang meningkat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Selain itu, di Kota Sumenep sudah sejak lama beberapa gorong-gorong dan kali meluap akibat tidak mampu menampung volume air yang meningkat karena curah hujan yang tinggi.
Disamping itu, saat ini pembangunan Kota Sumenep mulai pesat. Jika tidak segera diantisipasi dan diatasi, banjir seperti yang terjadi di Jakarta juga sangat mungkin dan berpotensi terjadi di Sumenep kedepan. Jangan hanya karena pemerintah tidak mau disalahkan, hingga bersikukuh dengan mengatakan jika banjir yang terjadi di Kabupaten Sumenep beberapa waktu lalu sebagai genangan air.
Barangkali, demi kebaikan Sumenep kedepan, pemerintah berlapang dada dan menerima segala kritik dan saran dari masyarakat yang mulai mengeluhkan terjadinya banjir di Kota Sumenep. Agar, kedepan hal-hal buruk seperti cuaca ekstrim yang datang dapat diminimalisir dengan persiapan yang telah dilakukan sebagai langkah antisipasi pemerintah.
Hal itu jauh lebih elegan dari pada pemerintah hanya bersikukuh dengan entengnya mengatakan kejadian banjir di Kota Sumenep sebagai genangan air. Pemerintah sudah harus meninjau ulang berbagai regulasi RTRW, tata kelola perkotaan, ketersediaan lahan terbuka hijau dan lain sebagainya sebagai langkah konkret pemerintah Sumenep menghindari kejadian serupa suatu saat nanti.
Evektivitas pembangunan juga harus diimbangi dengan berbagai langkah konkret yang harus bervisi pada orientasi pembangunan masa depan, dan bukan untuk saat ini belaka. Sebab, jika sekarang sudah banjir, bagaimana sepuluh tahun mendatang dengan perkembangan pembangunan yang juga sama dengan saat ini, tentu akan terjadi banjir yang sangat mungkin akan lebih parah lagi.
Dan semoga itu tidak terjadi, karena bagaimanapun Sumenep adalah kota masa depan. (*)
*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).