Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemiskinan di Sumenep


BESARNYA
angka kemiskinan di Sumenep, Madura, Jawa Timur tak akan pernah lepas dari program-program pemerintah dalam mengentaskannya. Meski Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumenep cukup besar, ternyata bukan menjadi jaminan seluruh masyarakat Sumenep dapat menjalani kehidupan yang layak.

Berdasakan data Badan Pusat Statistik (BPS) setempat, di tahun 2017 jumlah penduduk miskin di Sumenep mencapai angka 211.920 jiwa. Itu artinya, ada sekitar 19,26 persen dari jumlah total 1 juta jiwa lebih penduduk di Sumenep hidup dalam kemiskinan. Adapun jumlah penurunan percepatan penduduk miskin pada tahun 2017 ialah sebesar 0,47 persen.

Meskipun terjadi penurunan sebesar 1,12 persen dari tahun sebelumnya, indeks kedalaman kemiskinan di Sumenep pada tahun 2017 masih berada pada angka 1,78 persen. Namun, jika program-program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tidak jalan, maka kemungkinan angka itu akan bergerak stagnan.

Sumenep merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk miskin tertinggi kedua di Madura setelah Sampang. Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sumenep pun mengklaim hal itu dikarenakan Sumenep memiliki banyak pulau yang secara akses sangat memperlambat program pengentasan kemiskinan yang terjadi di wilayahnya.

“Kami memiliki kepulauan. Itulah yang membuat pemerintah di sini harus bekerja ekstra agar bantuan-bantuan sosial sampai menyentuh ke pelosok-pelosok,” ujar Kepala Dinsos Sumenep R. Akh. Aminullah, beberapa waktu lalu. (Suluh Madura, Edisi XIII, Februari 2018; 15)

Masih seputar data yang berkaitan dengan angka kemiskinan ialah besarnya jumlah pengangguran terbuka di kabupaten paling timur pulau Madura ini. Berdasarkan data yang dirilis BPS, di tahun 2017 jumlah pengangguran masih berada pada angka 11.554 orang. Sedangkan angkatan kerja di Sumenep sebanyak 629.809 orang.

“Itu artinya tingkat pengangguran terbuka di Sumenep pada tahun 2017 ialah sebesar 1,83 persen. Sedangkan angka partisipasi angkatan kerja sebesar 73,21 pesen,” ujar kepala BPS Sumenep Syaiful Rahman.

Meski ada pengurangan angka pengangguran terbuka dibandingkan dengan tahun 2015 lalu, selama kurun waktu dua tahun hingga 2017 hanya turun sebanyak 0,24 persen dari sebelumnya di tahun 2015 sebesar 2,07 persen menjadi 1,83 persen di tahun 2017. “Jadi disbanding 2015, jumlah pengangguran ada penurunan 702 orang. Tidak sampai seribu orang,” jelasnya. (Suluh Madura, Edisi XIII, Februari 2018; 15)

Kembali penulis tegaskan bahwa Sumenep merupakan wilayah terkaya dari segi sumber daya alamnya jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Madura. Tak berbanding lurus dengan realitas yang ada, kemiskinan di Sumenep masih tertinggi kedua setelah Sampang. Ini menjadi catatan tersendiri bagi pemerintah untuk sesegera mungkin mengentaskan kemiskinan di wilayahnya.

Perlu komitmen nyata pemerintah daerah untuk merubah angka-angka itu. Tentu bukan sekedar merubah angkanya, melainkan merubah kenyataan jika kemiskinan di Sumenep masih tinggi menjadi minimal rendah. Dengan telah berjalannya program Visit Sumenep 2018 misalnya, harus memang mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap hajat hidup warga Sumenep.

Program tahun kunjungan wisata ke Sumenep bukan milik elite dan para penguasa, namun bagaimana caranya agar masyarakat Sumenep benar-benar merasakan dampak dari program itu. Sebab, kemiskinan tidak hanya bisa dientaskan dengan hanya memberikan bantuan dan pelatihan, namun seluruh sektor kehidupan masyarakatnya juga memberikan dampak yang signifikan. Visit Sumenep misalkan dapat diharapkan seperti demikian.

Statemen Bupati Sumenep A. Busyro Karim tentang setiap desa minimal memiliki destinasi wisata juga merupakan langkah yang perlu dilakukan oleh aparatur pemerintah desa guna membuka sektor padat karya seperti yang Presiden Jokowi inginkan terhadap pengelolaan Dana Desa.

Sebab, untuk mengentaskan kemiskinan harus dimulai dari bawah. Minimal perubahan pada struktur keluarga, RT/RW, Dusun, Desa dan Kecamatan. Oleh karenanya, pemerintah dan masyarakat harus bahu-membahu untuk keluar dari masalah kemiskinan menuju kesejahteraan. (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri sekaligus Ketua Pengurus Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).