Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Revitalisasi Pasar Tradisional


SEPERTI
kita ketahui, hingga saat ini, generasi milenial jarang kita temui melakukan transaksi perbelanjaan di pasar-pasar tradisional. Hal itu disebabkan lambannya proses revitalisasi pasar tradisional untuk dapat mengikuti perkembangan zaman. Generasi milenial hari ini sudah mulai melakukan ekspansi ke pasar-pasar yang dikelola secara modern dan berbasis teknologi.

Tentu hal itu menjadi kekhawatiran tersendiri. Mengingat, pasar tradisional hingga saat ini masih menjadi penentu pergerakan ekonomi kerakyatan. Diakui ataupun tidak, kontribusi pasar tradisional masih menjanjikan, dari sektor pendapatan asli daerah (PAD) misalkan dan hal-hal lainnya. Namun hal tersebut akan semakin ‘redup’ ketika pemerintah tak kunjung merivitalisasi keberadaan pasar tradisional yang semakin hari, semakin ditinggalkan generasi milenial yang pada dasarnya adalah calon generasi bangsa.

Memang untuk saat ini, keberadaan pasar modern yang ada di pelosok daerah dan pasar berbasis teknologi tidak bisa menggantikan keberadaan pasar tradisional secara menyeluruh. Namun, hal itu tidak bisa diprediksi untuk beberapa tahun mendatang. Sebab, pasar tradisional saat ini terkenal dengan kata jorok, kotor, dan bau. Selain itu, pasar tradisional juga terkenal dengan sumpek dan macet. Tentu itu menjadi poin minus tersendiri tentang keberadaan pasar tradisional.

Berbeda dengan pasar modern, selain menawarkan kualitas, mereka juga menawarkan pelayanan yang baik dan nyaman. Pasar modern juga terkenal ramah, rapi, bersih. Selain itu, pasar modern sudah tidak bersentuhan dengan kata sumpek dan macet. Sebagian besar para generasi milenial hari ini sudah sangat nyaman melakukan perbelanjaan di pasar-pasar modern ketimbang pasar tradisional. Generasi milenial juga sangat gemar berbelanja di berbagai marketplace dengan dukungan teknologi. Hanya bermodal klik, barang sudah siap terima di tempat.

Tentu pemerintah dan stakeholder pasar tradisional dalam hal ini harus memiliki cara pandang berbeda terhadap visi dan misi pasar tradisonal untuk dapat terus diterima oleh kemajuan zaman. Pilihannya ialah dengan melakukan revitalisasi pasar tradisional untuk memperbaiki layanan, fasilitas dan sistem transaksi yang meyakinkan, terutama untuk kembali merebut segmen pasar para generasi milenial yang pada dasarnya, generasi milenial lah yang akan menjadi calon generasi bangsa di masa mendatang.

Kembali pada pembahasan awal, bahwa mungkin keberadaan pasar tradisional sebagai penggerak ekonomi kerakyatan hari ini masih belum bisa tergantikan. Namun tidak menutup kemungkinan sepuluh tahun mendartang keberadaan pasar tradisional hanya akan menjadi cerita kelam yang dengan cepat dan begitu mudah dilupakan. Jika keberadaan pasar tradisional masih menggunakan cara seperti saat ini, bukan tidak mungkin pasar tradisional suatu saat akan betul-betul ditinggalkan.

Revitalisasi pasar tradisional juga akan sangat mendorong pada berbagai sektor ekonomi kerakyatan. Misalkan, perputaran transaksi ekonomi kerakyatan akan sedikit terdongkrak ketika pasar tradisional dapat diterima oleh berbagai kalangan. Selain itu, revitalisasi pasar tradisional juga sangat memungkinkan untuk merebut kembali potensi yang hiloang dengan menarik kembali pangsa pasar generasi milenial yang saat ini sudah mulai meninggalkan pasar tradisional.

Revitalisasi dimaksud, bisa dilakukan dengan memperbaiki layanan. Artinya, paradigma negatif tentang pasar tradisional yang telah melekat di pikiran para generasi milenial seperti yang telah diulas di atas dapat dihindari. Tentu kualitas produk yang ditawarkan juga harus sangat kompetitif dengan kualitas produk yang ditawarkan oleh pasar modern dan pasar dengan basis teknologi. Dengan melakukan berbagai upaya itu, kemungkinan pasar tradisional tetap akan menjadi penggerak ekonomi kerakyatan, terutama pasar tradisional yang ada di pelosok-pelosok desa dan pedalaman.

Denan demikian, roda ekonomi kerakyatan akan terus lestari dan selalu berevolusi mengikuti gerak zaman. Maka, keberadaan pasar tradisional tidak mengorbankan berbagai hal, termasuk juga ekonomi kerakyatan dan dapat diterima oleh semua kalangan. Semoga! (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).