Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjadi Kodrat Sesungguhnya


Tulisan ini saya dedikasikan sebagai kado peringatan Hari Lahir PMII Rayon Nusantara ke-6 tahun.

BEBERAPA minggu yang lalu, penulis mendapati salah seorang senior sekaligus mantan Ketua Bidang Kaderisasi Nasional Pengurus Besar PMII bang Dwi Winarno yang mengeluhkan tentang pikiran dan sikap kritis seorang kader PMII. Dalam unggahannya melalui media sosial Facebook, dia menyebut bahwa kodrat lahirnya PMII adalah sikap kritis. Seolah-olah, ada yang menghakimi jika sikap kritis kader PMII sudah tak zaman. Bahkan, dia menegaskan dalam statusnya itu, bahwa kini sikap kritis kader PMII telah dianggap penyakit. “Kader PMII itu sudah kodrat lahirnya kritis. Anehnya, pikiran dan sikap kritis kini dianggap penyakit. Anda ini dulunya belajar di kampus atau dalam kardus?,” tulis bang Dwi Winarno.

Barangkali tak usah membahas hal di atas dahulu, anggap sebagai pengantar saja. Ada beberapa hal yang perlu kiranya penulis ungkapkan pada tulisan kali ini. Mengawali cerita yang pertama, bahwa beberapa kader yang tergabung dalam pendirian Rayon Nusantara enam tahun lalu memiliki tujuan sama, yakni ingin berproses menjadi lebih baik, terutama dalam berorganisasi. Kedua, ingin mempererat persahabatan yang tak terkoordinasi dengan baik menjadi lebih baik. Ketiga, ingin dengan secara bersama-sama melakukan pengabdian dalam berkorban dan berusaha untuk belajar mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai situasi dan tekanan.

Tiga hal yang penulis sebutkan di atas menjadi landasan kader-kader PMII yang pada waktu ingin memiliki Rayon. Setidaknya, spirit yang dibangun adalah demikian. Maka ketika keinginan bersama telah menjadi landasan spirit, hal-hal yang sangat mungkin tidak bisa dilakukan akan sedikit rasional dikerjakan. Artinya, atas dasar kesepemahaman bersama itulah, para kader PMII bertekad menyuarakan hak-haknya sebagai kader yang perlu diperlakukan sama, yang perlu diperhatikan bersama dan perlu bersama-sama pula dalam berbagai acara dan kesempatan.

Tiga hal di atas juga menggambarkan bahwa kuatnya keinginan akan mampu melakukan yang mereka inginkan kerjakan. Tanpa usaha yang sungguh-sungguh misalnya, tentu tidak akan pernah memiliki cerita tahuanan atau sejarah untuk dicatat, apalagi dikenang. Namun, catatan dan kenangan hanya sebatas refleksi yang perlu dijadikan pelajaran untuk bergerak menatap masa depan. Hal-hal yang penulis sebutkan hanyalah sebuah cerita yang patut menjadi refleksi bersama jika untuk mencapai sebuah tujuan, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Kini dan masa depan adalah milik anda para kader PMII Rayon Nusantara. Jika kini anda tidak punya cerita untuk dikenang, maka, kuatnya keinginan belum menjadi sebuah usaha anda dalam melakukan gerak langkah, mungkin memang pantas untuk dipertanyakan, anda selama ini melakukan apa saja? Tapi pertanyaan adalah pertanyaan, jawabannya tentu berada pada diri kalian selama ini.

Ketika salah seorang senior mencurahkan unek-uneknya karena resah dengan kondisi kader PMII seperti di awal tulisan ini, maka mungkin memang begitulah kondisi PMII secara nasional saat ini. Maka apa hubungannya PMII secara nasional dengan Rayon Nusantara? Karena PMII adalah sebuah organisasi, maka jelas hubungannya adalah soal struktural. Ketika PMII sudah mulai asik dengan zona aman yang telah mendorongnya untuk tidak lagi kritis melihat keadaan, maka sejak itulah tanda kegelisahan seharusnya sudah muncul dan dirasakan seorang kader PMII.

Ketika penulis menjadi salah seorang pengurus Cabang beberapa waktu lalu pun merasa demikian. PMII sudah mulai disekat-sekat sedemiakian rupa untuk menyokong kekuasaan. Pelan tapi pasti, PMII sudah dibuat tidak lagi menjadi kritis, bahkan oleh sebagian besar kader PMII yang masuk pada zona kekuasaan pun sikap kritis kader PMII sudah mulai disebut menjadi penyakit.

Amati dan cari, apakah PMII betul dibuat demikian itu? Silahkan cari kebenaran itu. Lakukanlah diskusi, pembacaan, dan kajian untuk menemukan jawaban tersebut. Teringat apa yang disampaikan salah seorang senior PMII Malang, beliau menyebut bahwa Elan Vital PMII tidak akan hilang selama kader PMII masih ada yang memikirkan marwah dan gerak langkah PMII seperti kodrat lahirnya. Sebaliknya, ketika kader PMII semakin sedikit yang memikirkan gerak langkah organisasinya, maka sejak saat itulah PMII mulai pasrah untuk memuseumkan PMII yang akan dikenang oleh zaman.

Artinya, ketika keadaan PMII hari ini mempermasalahkan sikap kritis kadernya, bahkan menganggap sikap kritis kader PMII sebagai penyakit, maka sejak saat ini bersiaplah untuk memuseumkan PMII. Tentu, 6 tahun lalu waktu dimana Rayon Nusantara dideklarasikan itu tidak didirikan dengan semangat yang demikian. Maka sudah semestinya basis PMII yang menjadi penguat paling dasar tidak mau disebut belajar di dalam kardus, karena kita tahu, kader PMII belajarnya di kampus dengan sikap kritis sebagai kodrat lahirnya.

Belajarlah dari pasang surut 6 tahun lamanya PMII Rayon Nusantara tetap bertahan dan masih ada. Hal itu tentu karena sebuah kegelisahan akan sebuah keadaan. Ketika gelisah dengan keadaan itu masih tetap ada dan menjadi penyemarak aktivitas keorganisasian, selama itu pula PMII terkhusus Rayon Nusantara akan tetap berada untuk mengatasi masalah tadi. Tapi ketika keberadaan PMII Rayon Nusantara hanya sebatas Uforia tanpa arti, tetu ini bukan lagi masalah, tapi jauh lebih berat dari hal itu. Semoga saja tidak demikian. (*)

*Ahmad Fairozi, salah satu pendiri dan sangat mengagumi Rayon Nusantara.


Note: Artikel ini telah terbit di website PMII Country Unitri Malang. Diterbitkan ulang untuk tujuan pendidikan.