Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku dan Kesadaran sebagai Usaha Transformasi


BAGAIMANA
sih membuat diri ini bisa membaca buku? Apa caranya supaya kita bisa membaca? Langkah seperti apakah agar bisa membaca? Bahan motivasi apakah yang mampu memberikan semangat nilai lebih untuk membaca? Itulah mungkin pertanyaan-pertanyaan bagi seorang pembaca buku ketika lagi bosan ataupun mau membaca, tapi bingung harus bagaimana.

Saya sendiripun masih belum dalam kategori “pembaca” buku, kenapa? Terlalu sedikit ilmu, terlalu minim pengetahuan sehingga diri belum dalam kategorisasi “pembaca buku”. Ini cuman persepsi murahan tentang pembacaan diri pribadi dan tak perlu kalian samakan dengan masalah personal kalian.

Sebelum kita membaca lebih luas, lebih komprehensif tentang apapun itu. Sejenak lakukan pembacaan diri terlebih dahulu. Apa maunya, apa kekurangannya, langkah apa yang harus diperbaiki dari kekurangan itu? Membaca diri, refleksi diri sebagai pondasi awal kita menuju pembacaan yang lebih luas.

Terkadang dalam membaca buku selalu memberikan banyak pertanyaan kepada diri sendiri, tidak mengerti dan lain sebagainya membuat pembaca semakin bingung. Jangan pernah sesali pengalaman seperti itu, bagaimanapun pengalaman tadi membawa kalian hingga saat ini pencapaian yang lebih dari sebelumnya.

Sehingga metodologi membaca buku seharusnya terus di dekonstruksi atau lebih mudahnya terus diperbaharui, terus dibentuk sampai tersusun, terus mencari bahan motivasi yang hendaknya mampu membawa kita kepada kenyamanan dalam membaca buku. Sehingga kita membaca memperoleh makna yang akan kita bawa setelah perenungan “kedalam” mampu mengekspresikan “keluar” yaitu dengan gerakan cinta membaca di tengah-tengah masyarakat.

Agus Setiawan, praktisi “baca kilat” memaparkan fenomena ini dalam buku “The Art of Reading: Mengapa 90% Buku yang Dibeli Tidak (habis) Dibaca. Ternyata budaya malas baca itu hadir dalam setiap personal. Mulai dari ngantuk, tidak punya waktu, membaca menyakitkan mata, pusing dan sebagainya. Maka kegiatan membaca hadir sebagai momok yang menyiksa.

Membaca dari pengalaman pribadi tentang memotivasi diri untuk membaca buku diantaranya adalah menumpuk buku. Memang pernyataan sedikit berbeda dengan kalian, karena jika terlalu sering kita menumpuk buku dengan membelinya terus menerus akan kecil kemungkinan untuk kita habiskan buku-buku tersebut.

Namun tidak, setiap orang bebas mengaktualisasikan, berekspresi di dunia dengan bebas dengan caranya sendiri. Dalam membaca, tentunya setiap orang mempunyai perbedaan dalam memotivasi diri sendiri bagaimana terus membaca buku. Salah satunya, membeli buku dan menumpuknya di pojok kamar juga termasuk dalam kategori cara memotivasi membaca. Karena setiap manusia pasti mempunyai sifat (jelek) iri, ketidaknyaman dan kegelisahan.

Maka dari itu, sifat jelek tersebut kita pakai dan masukkan dalam kategori “menumpuk buku” menjadi bahan motivasi dalam membaca buku. Sepertinya memang aneh dan kontroversi. Tapi saya analisa metode ini merupakan metode “Transformatif”, dimana proses perubahan yang sebelumnya kurang baik menjadi baik dan sebelumnya bodoh menjadi tahu akan ilmu.

Melalui proses tranformasi ini pembaca akan dibawa kedalam kesadaran yang terus meningkat bila dilakukan dengan cara yang inten. Kesadaran manusia melihat ke depan dengan ekspresinya sedang membaca buku untuk memperoleh sebidang ilmu, dan pada saat itulah pembaca akan meraih sebuah keleluasaan dalam berfikir serta bisa tampil dinamis di segala ruang dengan membaca buku.

Ketika sudah meraih kesadaran itu melalui proses tranformasi ini, pembaca mempuanyai keinginan memperoleh intensi tersebut, merasa terus rindu dengan buku, dan merasakan sehari tanpa buku seperti tidak adanya ilmu. Maka ia akan gelisah, ia panik karena tidak membaca buku. Sebab itu ia mencari buku dan ia membacanya, bercengkrama dalam renungannya, memperoleh makna, kemudian keluar dengan khazanah pengetahuan yang dibawa menuju zaman dan mengenalinya sebagai teman.

Sehingga apa yang didapatkan dalam membaca dengan suatu perolehan makna, membantu membuka secara luas cakrawala manusia, memberikan keleluasaan dalam berfikir, dan memperoleh kebijaksanaan dalam membanatu wujud keterampilan.

Jadi sesorang tidak akan sombong memperoleh ilmu, karena dalam proyeksi pembaca menatap ke depan bukan dalam persoalan materi dan keduniaan. Melainkan sebuah kesadaran dimana itu adanya hanyalah ada dalam gerak hati, melalui intuisi cara melafalkannya dan melalui gerakan cinta upaya mengekspresikannya.

Pembaca yang bingung akan menemukan jawabannya, yang sulit memahami akan lebih mudah memahami, semuanya akan terjawab melalui kesadaran transformasi, yakni kesadaran dalam membaca diri untuk membaca yang lebih luas sebagai esensi dari manusia itu sendiri.

Maka dari itu terus mengoreksi diri, membaca diri, mengkritisi diri sendiri sebagai usaha evaluasi diri. Dan pada saat yang sama membaca buku sebagai usaha paling menyenangkan, membuat dunia sendiri dalam imajinasi dengan cerita-cerita dalam bayangan. Oleh karena itu, lakukanlah. (*)

*Ahmad Faizi, Mahasiswa IAIN Madura, Direktur Lembaga Kearsipan Kaderisasi dan Pendidikan (LK2P) Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).