Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nasionalisme Sehari-hari


KETIKA
berbicara nasionalisme, maka yang muncul di benak kita adalah rasa kecintaan terhadap negara. Dengan demikian, dapat disimpulkan jika seorang yang nasionalis, maka dia adalah orang yang akan selalu berusaha untuk menjaga negara dalam keadaan aman dan tentram.

Banyak orang mengklaim diri jika mereka adalah seorang yang nasionalis. Namun, kelakuannya sama sekali tidak mencerminkan hal yang demikian itu. Salah satu contohnya adalah banyak yang gampang dari diri mereka merusak lingkungan dengan membuang sampah sembarangan.

Padahal, pada hakekatnya, jika kita nasionalis, maka kita tidak akan rela lingkungan kita rusak gara-gara pencemaran lingkungan yang disebabkan olah perilaku kita dengan membuang sampah sembarangan.

Potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sampah akan berdampak besar di masa mendatang. Mungkin bagi kita -para pelaku pembuangan sampah secara sembarangan- belum memiliki dampak serius saat ini, namun petaka akan menghantui generasi selanjutnya yang akan menerima kerusakan yang disebabkan oleh keburukan yang kita lakukan.

Tentu tidak hanya masalah sampah, nasionalisme sehari-hari juga sangat berkaitan dengan perilaku keseharian kita secara lebih luas. Misalnya ketaatan kita untuk membayar pajak, keyakinan kita untuk tidak melakukan tindak pidana seperti melakukan korupsi dan pencurian, serta perilaku-perilaku lainnya yang bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku.

Ironisnya, mereka yang terjerat korupsi adalah orang-orang dengan latar pendidikan yang tinggi dan menempati posisi strategis di pemerintahan. Masihkan pantas mereka disebut sebagai warga negara yang nasionalis? Tentu, tidak.

Kembali pada persoalan sampah, menurut hasil riset Jenna R Jambeck dan kawan-kawan, (publikasi di www.sciencemag.org, 12 Februari 2015) yang diunduh dari laman www.iswa.org pada 20 Januari 2016 menyebutkan, Indonesia berada di posisi kedua penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, disusul Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. (baca: Indonesia Darurat Sampah)

Selain itu, menurut riset Greeneration, organisasi nonpemerintah yang 10 tahun mengikuti isu sampah, satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik per tahun. Di alam, kantong plastik yang tak terurai menjadi ancaman kehidupan dan ekosistem. (Kompas, 23 Januari 2016)

Direktur Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun (Dirjen PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Tuti Hendrawati Mintarsih menyebutkan, produksi sampah di Indonesia setiap harinya mencapai sekitar 65 juta ton. “Tahun 2016 ada sekitar 65 juta ton sampah per harinya yang diproduksi masyarakat Indonesia. Jumlah ini naik satu ton dibandingkan produksi 2015 sekitar 64 juta ton sampah per hari,” katanya. (Republika, 15 Maret 2017)

Jika Indonesia sudah masuk kategori “darurat sampah”, maka bagaimana mencari solusinya? Memang tidak gampang, juga tidak terlalu susah. Pemerintah dan stake holder hanya perlu memastikan dan memberikan kesadaran kepada masyarakat akan bahaya sampah. Selain itu, rasa nasionalisme sehari-hari masyarakat perlu ditinjau ulang dengan mengupayakan agar masyarakat sadar, jika membuang sampah sembarang juga mencederai nasionalisme terhadap negara.

Baca:

Jadi, upaya penyadaran itu harus dilakukan dari hal-hal kecil yang berada di sekitar kita. Tidak mungkin Indonesia akan darurat sampah misalkan, jika kita sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan. Begitupun dengan perbuatan melawan hukum lainnya, seperti korupsi. Jika para pelaku korupsi sadar jika uang yang dikorupsinya itu merupakan titipan rakyat untuk membiayai negara, maka kita akan dengan penuh kesadaran untuk menjaga kesucian nasionalisme kita terhadap negara.

Saya tidak sedang menceramahi anda untuk tidak membuang sampah sembarangan. Tapi berhentilah mengklaim sebagai orang yang memiliki rasa nasionalisme tinggi jika perilaku buruk kita -misalkan membuang sampah sembarang- masih terus terjadi dan dilakukan. Artinya, mulailah dari diri kita untuk menjadi seorang yang nasionalis sejak saat ini. Semoga! (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri sekaligus Ketua Pengurus Harian Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).