Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pertemuan IMF-WBG 2018 dan Masa Depan Ekonomi Kreatif


EKONOMI
kreatif, kata yang semakin sering kita dengar beberapa waktu terakhir. Bahkan, Presiden Joko Widodo pun dalam berbagai konferensi nasional dan internasional seringkali mengungkapkan pentingnya ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif merupakan suatu era baru ekonomi, setelah ekonomi pertanian, industri, dan ekonomi informasi yang mengandalkan ide dan pengetahuan dari SDM-nya sebagai faktor produksi utama kegiatan ekonominya. Lalu, apa pentingnya ekonomi kreatif?

Ekonomi kreatif menunjukkan citra dan identitas bangsa, serta melestarikan budaya Indonesia. Namun, yang juga penting adalah ekonomi kreatif berkontribusi bagi perekonomian nasional. Bukan tanpa alasan ekonomi kreatif di Indonesia semakin relevan saat ini, menjadi pilar penting bagi ekonomi Indonesia. Sebagai gambaran, pada 2016 ekonomi kreatif mampu memberikan sebesar 7,44 persen atau sebesar Rp 922,59 triliun terhadap total perekonomian nasional. Antara 2010-2017, setiap tahunnya kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB Indonesia mengalami peningkatan.

Bahkan, Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dalam pemanfaatan ekonomi kreatif, di bawah Amerika Serikat dan Korea Selatan. Potensi peningkatan kontribusi ekonomi kreatif bagi perekonomian nasional semakin terbuka dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja pada sektor ekonomi kreatif, yakni sebesar 5,96 persen pada 2015-2016. Bukan tidak mungkin, di masa yang akan datang ekonomi kreatif menjadi tumpuan utama dalam meraih devisa negara. Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) menargetkan, ekonomi kreatif akan menyumbang lebih dari Rp 1.000 triliun bagi PDB tahun ini.

Masih banyak sektor-sektor ekonomi kreatif lain yang belum dikembangkan secara maksimal di Indonesia, di antaranya sektor film, musik, aplikasi-games. Masih seringnya pembajakan menjadi hambatan tersendiri bagi sektor ini. Banyak film Indonesia yang diakui dunia, namun tidak mendapatkan apresiasi yang sesuai karena tingginya pembajakan. Di sisi lain, pemasukan dari musik masih sulit karena sistem kita belum bisa dimonetisasi, sehingga baik penyanyi maupun pencipta lagu masih timpang kesejahteraannya.

BEKRAF terus memberikan berbagai pelatihan dasar seperti pengelolaan keuangan, serta pengenalan terhadap ekonomi syariah bagi masyarakat. Selain itu, kami terus menggagas berbagai pelatihan entrepreneurship, agar mereka membuka diri dan berkomunikasi kepada berbagai pihak, serta memotivasi agar jangan takut pada kegagalan karena justru akan dapat menjadi pelajaran.

Pertemuan IMF-WBG 2018

Pertemuan Tahunan IMF-WBG di Nusa Dua, Bali pada 12-14 Oktober 2018 nanti merupakan kesempatan untuk mempertunjukkan potensi ekonomi kreatif yang dimiliki oleh Indonesia. Sudah disediakan tiga side events di mana potensi ekonomi kreatif Indonesia dapat dipamerkan dan dipertunjukkan.

Tidak hanya delegasi negara, tapi akan datang juga para pengusaha, jurnalis, akademisi, maupun para penanam modal. Diperkirakan acara ini akan mendatangkan sekitar 21.000-24.000 pengunjung mancanegara. Selain itu, di luar Plenary Meetings akan terdapat banyak pertemuan-pertemuan dan juga side events. Akan ada 2.000 hingga 3.000 pertemuan-pertemuan kecil dalam bentuk seminar, workshop, maupun pertemuan kelompok kecil. Banyaknya pertemuan, side events, sekaligus potensi pengunjung yang besar merupakan sebuah kesempatan untuk mempertunjukkan produk-produk ekonomi kreatif yang dimiliki oleh Indonesia.

Tiga side events yang akan ditampilkan; pertama, pertunjukan I La Galigo yang merupakan sebuah naskah kuno dari sekitar abad 13 hingga 15 asal Sulawesi Selatan. Kedua adalah Art Bali. Acara ini diilhami dari pagelaran Art Jog yang diadakan di Yogyakarta. Kita tahu bahwa Bali merupakan pusat hiburan dan pariwisata, pertunjukan sirkus pun ada. Setiap rumah dan banjar di Bali sudah membudidayakan seni, namun masih bersifat tradisional. Yang ingin kita tampilkan di Art Bali adalah sudut pandang kontemporer juga.

Art Bali akan melibatkan 50 seniman terbaik di Indonesia, seperti Agung Mangu Putra, Agus Suwage, Eddi Prabandono, Eko Nugroho, Entang Wiharso, I Nyoman Nuarta, Joko Avianto, Nasirun, Nyoman Irawan, Made Wiguna, Melati Suryodarmo, dan lain-lain. Lalu, yang ketiga adalah Paviliun Indonesia yang akan menampilkan Festival Panji, yang sangat lekat dengan budaya Indonesia.

Tiga side events tersebut adalah kesempatan bagi Indonesia untuk mempertontonkan potensi dan produk ekonomi kreatifnya. Melalui tiga agenda tersebut juga Indonesia harus bisa memberikan pesan dan impresi baru yang selama ini selalu tertutupi kentalnya nuansa tradisional, bahwa kita juga mampu mempresentasikan seni dan budaya kita dengan cara yang kontemporer dan modern.

Monetisasi Budaya

Selain itu, pada kesempatan ini terdapat beberapa isu yang ingin Indonesia angkat yaitu monetisasi budaya. Kreativitas harus inklusif, bukan eksklusif. Kreativitas melibatkan banyak orang, dari gagasan semua pihak, sehingga warisan budaya tersebut diharapkan dapat dimonetisasi bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

Dalam pertemuan tahunan ini juga diangkat tema ekonomi digital, yang merupakan isu baru yang pertama kali diangkat. Pertemuan tahunan ini adalah forum yang membahas mengenai kebijakan-kebijakan dalam dunia ekonomi dan keuangan. Inilah yang dibutuhkan Indonesia saat ini, yakni kebijakan terkait industri ekonomi digital.

Dalam menghadapi industri digital, masyarakat Indonesia sebetulnya sudah siap. Pelaku industri kreatifnya pun sudah siap, roadmap e-commerce juga sudah ada. Namun, yang belum siap dalam masalah ini ialah regulasinya. Hal tersebut bisa dibicarakan dalam pertemuan tahunan tersebut, dan bisa juga berguna bagi negara kita dan juga potensi ekonomi kreatif Indonesia.

Saya berharap melalui Pertemuan Tahunan IMF-WBG 2018 akan memperkuat ekonomi kreatif sebagai katalisator komunikasi dan pemahaman yang dapat menjembatani hubungan ekonomi dan budaya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk semua orang. (*)

*Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF).


Sumber: detik.com