Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Padat Karya Jelang Tutup Tahun


Di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Dana Desa (DD) tahap III baru bisa dicairkan pada bulan Desember 2018 yang kita ketahui bersama bahwa bulan Desember adalah akhir bulan jelang tutup tahun. Hal itu menjadi catatan betapa rumitnya proses pencairan DD dari pusat ke daerah.

Keterlambatan pencairan lagi-lagi soal klasik. Yakni minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) profesional yang dipekerjakan desa untuk mengajukan persyaratan maupun melaporkan realisasi DD pada tahap sebelumnya. Seakan tak pernah keluar dari masalah yang sering terjadi, begitulah kondisi pemerintah desa di sebagian besar wilayah di Indonesia, terkhusus adalah Madura dan Sumenep.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sumenep, Ach. Masuni misalnya mengungkapkan, DD tahap ketiga yang telah masuk ke kas daerah mencapai Rp 111 miliar lebih, atau 40 persen dari total anggaran DD untuk kabupaten paling timur Pulau Madura tahun ini yang mencapai sekitar Rp 277 miliar.

“Dalam prosesnya, realisasi DD tahap ketiga ini harus tetap padat karya tunai. Jangan sampai dikontrakkan. Harus tetap dikelola dengan melibatkan banyak masyarakat,” ungkapnya seperti dilansir koranmadura.com, Sabtu, 8 Desember 2018.

Keterlambatan pencairan DD di Sumenep bukan kali ini saja. Menurut Masuni, hal itu terjadi karena belum maksimalnya sumber daya manusia (SDM) yang ada. “Kendalanya lagi-lagi sumber daya manusianya belum maksimal,” ungkap dia, sebelumnya.

Identifikasi masalah DD selalu ada pada SDM yang kurang profesional dan memadai dalam mengelola, merencanakan dalam mengajukan pencairan DD pada pemerintah pusat. Tidak ada yang salah sebenarnya, hanya saja jika masalah serupa selalu terjadi, pemerintah daerah sejatinya harus memiliki sanksi atau konsekuensi terhadap desa yang tak kunjung bebas dari masalah tersebut. Supaya ke depan, pelaksanaan padat karya yang dicanangkan pemerintah pusat dapat terealisasi dengan baik.

Dengan kondisi yang demikian itu, semangat pemerinrah pusat yang sedang gembar-gembornya melakukan pembangunan infrastruktur untuk menopang pembangunan di pelosok, termasuk di desa-desa berkembang akan menjadi terhambat karena persoalan yang masih sama, yakni soal kapasitas SDM.

Jika secara terus menerus hal demikian yang terjadi, bagaimanakah nasib bangsa dan negara ini ke depan? Jadi, pemerintah daerah dan desa sudah harus memutar tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan dan bahkan keluar dari masalah itu sejak saat ini. Tidak perlu menunda waktu lagi jika desa ingin segera berubah status menjadi desa yang maju dan sejahtera. Pembenahan SDM adalah hal yang mutlak dilakukan untuk menyelesaikan hal itu.

Dengan kondisi seperti saat ini, potensi pengerjaan pembangunan yang dicanangkan dalam program padat karya berpotensi dapat disalahgunakan hanya untuk mencapai target tanpa melihat kualitas dari hasil pencanangan program tersebut.

Syukur-syukur jika tidak demikian. Maka, sekali lagi ditekankan bahwa syarat mutlaknya adalah dengan melatih serta menyiapkan SDM dengan kualitas dan profesionalitas yang memadai. Dengan demikian, pencanangan program padat karya akan betul-betul terlihat hasilnya, tidak hanya sebagai penggugur program belaka. Semoga! (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).