Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teroris Diantara Negara dan Agama


Oleh: Zainal Arifin, S.H*

Apa sebenarnya teroris itu? Teroris adalah istilah yang dikemukakan oleh Ahli kontrateroris, yaitu sebuah serangan-serangan yang terkoordinasi guna membangkitkan perasaaan teror kepada sekolompok masyarakat. Karena berbeda dengan perang, terorisme sendiri tidak mempunyai aturan main layaknya sebuah peperangan dan kerap kali korban yang ditimbulkan adalah warga sipil, dan teragisnya korban dari warga sipil itu sendiri tidak mengenal usia bahkan jenis kelamin, baik tua, muda, bayi, lelaki atau perempuan bisa saja menjadi korban keberutalan teroris itu sendiri, karena target mereka tidak bisa ditebak dalam artian, teroris mempunyai target yang acak (1).

Istilah teroris sendiri menjadi populer pada abad ke 18 yang sering disebut Terorisme Modern (2). Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror (3).

Namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon (4), dimana Video saat kejadian berlangsung sempat tertangkat kamera, namun hingga kini pun sebagian besar orang masih bertanya-tanya, apakah kejadian di amerika tersebut adalah sesuatu yang memang disebabkan oleh teroris? Karena banyak video penyangkalan-penyangkalan yang ada hingga sesuatu yang mencurigakan dan tidak masuk akal dapat dilakukan oleh sekelompok orang dinegara yang terkenal dengan system keamanannya super dahsyat dan ketat.

Dalam perjalanannya, istilah teroris kian santer terdengar tak kala hal itu digaungkan di timur tengah oleh negara-negara barat, merunut berita yang berkembang dibeberapa media dicontohkan seperti: Palestina, Iraq, Afganistan, yang terbaru sekarang adalah di Suriah dimana kemunculannya sangat ekstrim dan dikenal dengan nama Islamic State in Iraq And Syiria (ISIS). Menurut berita yang beredar bahwa mereka ini melakukan pembantaian terhadap warga yang tidak sejalan dengan ideologi mereka. Bahkan beribu ribu kepala manusia baik yang muslim (dibunuh karena tidak seiman dan dikatakan kafir) atau tidak seiman seperti kaum yazidi yang tidak beraga islam dan bahkan kaum nasrani sendiri tidak luput dari amukan teroris yang mengaku ISIS tersebut.

Penyebab ISIS berani memproklamirkan dengan kekuatan gerilyawan dan kader yang datang dari penjuru dunia mulanya untuk menggulingkan pemerintahan yang sah sekarang yaitu Pemerintahan Basar Al Asad. Lantas kenapa mereka tidak berperang dengan pemerintah yang berkuasa, dengan fokus pada penumbangan rezim, tetapi justru kian hari agenda awal untuk menumbangkan Rezim Pemerintahan tersusupi Agenda Ganda yaitu, Menumpas setiap orang yang tidak sealiran dan tidak seiman, karena itu pulalah banyak menimbulkan korban nyawa dari kalangan sipil, dan perlu diingat hal ini diluar kontek perang yaitu korban yang ada di sana karena ulah keberutalan oknum yang mengatas namakan agama, bahkan hal itu didukung sebuah system yang terkoordinasi oleh teroris itu sendiri. Lalu apakah islam mengajarkan tentang pembunuhan yang tidak manusiawi atau Bom-bom bunuh diri? Mari kita telaah lebih dalam lagi kepada kitab umat islam itu sendiri.

Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya (5).

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (6).

Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius (7).

Dari firman Allah SWT tersebut dapat kita ketahui bahwa memang konteks dunia teroris itu tidak ada dalam islam, karena dalam islam sudah ada aturan dalam berperilaku, tak terkecuali tentang keadilan, terlebih lagi bahwa islam sendiri tidak pernah mengajarkan bahwa membantai adalah sebuah kebenaran, meskipun hal itu terjadi pada saat perang sekalipun, terlebih dalam tindakan teror tersebut telah meninmbulkan korban yang tidak dapat dihitung, pun dalam perang sendiri sudah pernah dicontohkan oleh junjungan nabi besar Muhammad SAW, berikut para sahabatnya bagaimana cara berperang dan berperilaku kepada para musuhnya. Namun, ini diluar konteks perang, karena masyarakat sipil yang menjadi korban disuriah bukanlah warga yang ikut berperang yang berpihak kepada salah satu kubu baik itu rezim pemerintah maupun kepada ISIS itu sendiri. Warga sipil disini dibunuh dengan membabi buta tanpa ampun hingga mencapai ribuan dan menjadikan jutaan orang mengungsi.

Bagaimana dengan Indonesia?

Di Indonesia sendiri sering kali tergaung istilah teroris, dan semakin kencang tak kala pemerintahan Orde Baru (Orba) berahir, dimulai dengan zaman DI/TII di dekade 50-an. Menuut catatan BNPT, setelah penumpasan besar-besaran DI/TII oleh militer negeri ini, sebenarnya masih tersisa kelompok-kelompok kecil yang melanjutkan gerakan tersebut (8), namun apakah pada masa itu DI/TII melakukan teror kepada kelompok atau perseorang? sehingga gerakannya layak disebut gerakan teroris. Kenyataannya yang terjadi adalah DI/TII pada masa itu ikut membela dan berperang melawan penjajah belanda mulai dari jawa barat hingga aceh, dan gerakan yang mereka lakukan hanya untuk agar ideologi Islam sebagai agama dapat ditegakkan. Namun gerakan itu jauh dari penumpahan darah warga sipil.

Setalah itu muncul kembali pada tahun 2002 yaitu setelah tragedi Bom Bali I, pada tanggal 12 Oktober, kejadian tersebut 202 korban jiwa dan 209 luka-luka serta cidera (9). Yang kesemuanya hamper dipastikan korban adalah warga sipil yang tidak berdosa.

Selanjutnya, Peristiwa ledakan bom di hotel JW Mariott tepatnya kawasan Mega Kuningan, Jakarta pada Selasa, 5 Agustus 2003. Ledakan itu berasal dari bom bunuh diri dengan menggunakan mobil Toyota Kijang yang dikendarai oleh Asmar Latin Sani. Sebanyak 12 orang tewas dan 150 orang cedera dalam kejadian ini (10). Dan lagi-lagi, korban yang timbul dari kejadian ini adalah warga sipil.

Kemudian, Bom Bali II yang terjadi pada 1 Oktober 2005. Atas kejadian ini, menimbulkan korban tewas 22 orang dan 102 orang dalam kondisi luka-luka, begitupun dengan kejadian ini korban yang ada adalah dari warga sipil (11).

Kemudian disusul kembali terjadinya teror, yaitu ledakan bom yang terjadi pada Hotel JW Mariot dan Rizt – Carlton, bom meledak pada tanggal 17 Juli 2009. Dari kejadian ini, 9 orang tewas dan melukai sedikitnya 50 orang. Kembali kita terpaku bahwa yang menjadi korban atas kasus ini adalah warga sipil yang tidak berdosa (12).

Kemudia muncul lagi, yaitu Bom Masjid Mapolresta Cirebon, kejadian ini sangat banyak disayangkan oleh berbagai kalangan, baik oleh para ulama dan pemangku pemerintahan kala itu, karena bom diledakkan pada saat sholat jumat, sungguh sangat memprihatinkan, meskipun pada dasarnya tujuan pelaku adalah aparat kepolisian namun sekali lagi lebih banyak warga sipil yang menjadi korban yaitu 1 orang tewas (pelaku peledakan bom sendiri) dan 25 orang luka-luka akibat ledakan bom tersebut (13).

Kemudian Bom Plaza Sarinah, tepatnya pada tanggal 14 Januari 2016, setidaknya ada 3 ledakan pada saat itu namun yang menjadi target adalah pusat kota sendiri yaitu sarinah. Dengan kejadian ini, setidaknya 8 orang tewas, 4 orang warga sipil dan 4 orang pelaku penyerangan juga ikut tewas akibat ditembak mati oleh petugas, dan 24 lainnya luka-luka (14).

Hingga baru-baru ini tersiar kabar yaitu akan ada aksi peledakan bom di istana Negara yang berhasil digagalkan oleh pihak kepolisian, targetnya pun tidak main-main yaitu komplek istana presiden tatkala sedang akan dilangsungkan serah terima pergantian Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres), dimana konfrensi Pers pihak kepolisian yaitu Kepala Biro Penerangan Masyarakat, kombes Rikwanto, bahwa bom dibekasi jenis TAPT berbentuk rice cooker menyebutkan “Bom rice Cooker, berdaya ledak tinggi” Kompas TV (sabtu 10/12/2016.

Dari kenyataan tersebut, pelaku teror sesungguhnya dapat kita golongkan, yakni sekolompok orang yang terkoordinir untuk melakukan tindakan diluar nalar, baik dengan cara penyerangan dengan senjata tajam atau bom, sehingga menimbulkan trauma psikis bagi para korbannya dan keluarga korban yang meninggal, lebih-lebih kepada warga sipil.

Maka penulis sungguh sangat heran jika ada beberapa orang yang berkelakar dengan adanya isu tertangakapnya pelaku bom di bekasi tersebut hanya pengalihan isu semata, bahkan tidak sedikit orang yang menjadikan candaan atas kasus ini, baik itu candaan atas daya ledaknya atau pelaku itu sendiri yang dibilang hanya pengalihan isu semata. Sebenarnya jauh dari itu, kita seharusnya cemas, ada kedaulatan Negara yang dipertaruhkan karena bukan hanya soal siapa pelakunya dan bukan karena simpang siurnya daya ledaknya, namun lebih kepada Negara dalam ranah ini harus kita selamatkan karena kejadian ini bukan hanya sekarang namun pada rezim pemerintahan terdahulu juga sudah sering terjadi. Dari itu, kita sebagai warga Negara Republik ini harusnya tidak menganggap sepele peristiwa bom yang dilakukan oleh para terorisme, kejadian demi kejadian sudah seharusnya menjadi pembelajaran buat kita bersama agar menjaga darurat terorisme sebagai salah satu kejahatan laten yang perlu ditumpas ke akar-akarnya.

Para generasi yang berpendidikan, marilah kita pelajari dengan seksama pola acak yang dilakukan oleh teroris untuk melakukan teror, jangan sampai label atas nama suku, kelompok, golongan dan Bahkan agama menjadi kambing hitam terlaksanaknya sebuah kekejaman yang sama sekali bertentangan dengan agama itu sendiri, jangan samapi saudara kita yang menjadi korban, keluarga kita yang menjadi korban atau teman kita yang menjadi korban, cukup sejarah kelam bahwa di tahun lalu telah terjadi penghilangan nyawa mengatasnamakan agama, sesungguhnya agama yang di usung melarang tindakan yang tidak manusiawi apalagi membunuh terlebih lagi konteks teror tersebut bukan dalam perang.

Marilah kita sama-sama saling jaga, bahwa jika kita nasionalis maka kita akan dapat bersama-sama menjaga keutuhan negeri ini, namun jika nasionalis sudah luntur maka niscaya siapapun bisa dengan mudah untuk masuk dan menghancurkan Bangsa dan Negeri ini. Merdeka!!!

(1) Wikipedia: Pengertian teroris.
(2) Loudewijk F. Paulus, “Terorisme”, http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=8&mnorutisi=2
(3) Rikard Bagun, “Indonesia di Peta Terorisme Global”, http://www.polarhome.com 17 November 2002.
(4) Youtube: 11 september WTC di BOM USA.
(5) QS. Al Maidah: 32.
(6) Ibid: 33.
(7) HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160. (Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
(8) Kompasiana: https://goo.gl/x1BUQp
(9) Wikipedia: Bom Bali 2002
(10) 7 Kasus terorisme Paling heboh dan terbesar di Indonesia: https://goo.gl/ze0H5y
(11) Ibid
(12) Ibid
(13) Ibid
(14) Ibid

*Lahir di Sumenep, Alumnus Universitas Pamulang, Jurusan Ilmu Hukum, Jakarta. Sekarang bekerja sebagai Advokat Publik, Konsultan, dan Pendamping. Menjabat sebagai Wakil Sekretaris I, Yayasan Bantuan Hukum Cakra Nusantara.