Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Visi Misi Maulid Nabi Ditengah Generasi Milenial


MERAYAKAN
ulang tahun Nabi Muhammad (maulidurrosul) selalu menuai perbedaan pendapat dari kalangan ulama’. Amaliyah yang tidak ada pada zaman nabi adalah Bid’ah, setiap bid’ah itu sesat. Perayaan maulid tidak ada pada zaman nabi dan sahabat.

Syekh Yusuf al-Qaradhawi ketua al-Ittihâd al-Âlami li‘Ulamâ al-Muslimîn memberikan suatu alasan bahwa para sahabat itu hidup bersama Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW hidup di hati mereka, tidak pernah hilang dari pikiran mereka. Para sahabat menjadi teman sekaligus saksi dari berbagai peristiwa dalam kehidupan Rasulullah SAW. Oleh sebab itu mereka tidak perlu diingatkan tentang berbagai peristiwa tersebut.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani pernah ditanya tentang peringatan maulid nabi, beliau menjawab:

Hukum asal melaksanakan maulid adalah bid’ah, tidak terdapat riwayat dari seorang pun dari kalangan Salafushshalih dari tiga abad (pertama). Akan tetapi maulid itu juga mengandung banyak kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya mencari kebaikan-kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak baik, maka maulid itu adalah bid’ah hasanah. Dan siapa yang tidak menghindari hal-hal yang tidak baik, berarti bukan bid’ah hasanah.

Selain dari bentuk ekspresi cinta kepada nabi, maulid merupakan sarana (wasilah) refleksi perjuangan rosul dalam segala aspek kehidupan. Seperti bagaiman rosul berdakwah menyebarkan islam yang ramah dan seperti apa cara rosul menjadi pemimpin.

Melihat kondisi generasi saat ini yang populer disebut dengan kids zaman now atau juga generasi milenial nyaris bersikap apatis terhadap sejarah insan yang seharusnya menjadi panutan. Alhasil mereka memilih panutan yang keliru.

Perayaan Maulid

Tentu berbagai macam model dilakukan oleh umat islam dalam melaksanakan perayaan maulid nabi, ada yang melaksanakan dengan pengajian, ada juga yang melaksanakan seminar kajian sirah nabawiyah, ada juga yang merayakannya dengan bersanji bersama di masjid, ada pula yang melaksanakan dengan pawai bersholawat.

Secara umum, kegiatan yang dilaksanakan dalam perayaan maulid nabi berisi:

Pertama, Dzikir. Dzikir berarti mengingat kepada Allah dengan menyebut-nyebut nama Allah, sekaligus mensyukuri atas segala karunia Allah dengan membaca hamdalah, dan memohon ampunan atas segala dosa-dosa dengan istighfar. Dzikir sebagai obat ampuh menenangkan jiwa yang gelisah. Firman Allah:

الا بذكر الله تطمئن القلوب

Artinya: Ingatlah hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram. (QS. Ar-Ro’d: 28)

Kedua, Sholawat. Didalam Al-Qur’an menganjurkan bersholawat kepada nabi, bahkan Allah dan malaikat sama-sama bersholawat kepada nabi. Sebagaimana firmanNya:

ان الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما

Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-adzan: 56)

Ketiga, Mauidhah hasanah/refleksi kisah rosul. Konten dalam tausiyah selalu menceritakan perjalanan nabi, kisah perjuangan nabi dikenalkan kepada generasi, ini merupakan upaya mengingatkan dan menyadarkan bahwa nabi sangatlah ramah, akhlak nabi selalu menyeru kebaikan bukan memprovokasi apalagi menghujat.

Momentum perayaan maulid nabi bukan sekedar acara tanpa manfaat, akan tetapi menyadarkan generasi muda bagaimana menjadi pemuda seperti nabi yang visioner, menjadi pemuda yang diharapkan bangsa, sebagaimana nabi pada waktu berumur 35 tahun sukses meredam perseteruan pemuka masyarakat arab yang berebut mendapatkan kehormatan sebagai peletak hajar aswad pasca dilanda banjir. Menjadikan masa mudanya dengan kegiatan yang bermanfaat, seperti menjadi pengusahan sukses dimasa muda.

Begitu juga bagi para pemimpin untuk mengkaji kepemimpinan nabi, mencontoh sifat-sifat nabi, seperti As-Shiddiq (jujur), Amanah (tidak hianat atas hal yang sudah dipercayakan kepadanya untuk memimpin), Tabligh (menyampaikan yang harus disampaikan, tidak korupsi), Fathonah (cerdas dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan kemaslahatan umat). (*)

*Mu’min Abdani. Lahir 1992 di Sumenep, Madura, Jawa Timur. Menjalani pendidikan MI, MTs, dan MA di Lembaga Pendidikan Nurul Jali Desa Pakamban Daya Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep (1996-2011). Melanjutkan ke Padepokan Tahfidzul Qur’an Ibnu Rusydi Jombang (2012-2015), STIT-UW Jombang (2012-2015), Mengikuti beasiswa Pasca tahfidz di Pusat Studi al-Qur’an (PSQ) Jakarta angkatan 14 (2016). Saat ini berproses di UNUSIA Jakarta.