Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendidikan


PENDIDIKAN
adalah pembelajaran tentang pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak dalam lingkungan kekeluargaan.

Etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e, berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang. (baca: Pendidikan)

Menurut KBBI, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakannya melalui upaya pengajaran dan pelatihan atau proses, cara, dan perbuatan mendidik. Itu artinya, ada pola yang memiliki simbiosis mutualisme antara yang mendidik dengan yang dididik.

Namun tak jarang, dunia pendidikan selalu menjadi perbincangan hangat dengan mencuatnya berbagai kasus yang terjadi. Belum lagi masalah moralitas siswa yang sering tawuran dan lain sebagainya. Hal itu sejatinya menjadi catatan negative penyelenggaraan pendidikan di negeri ini. Teranyar, kasus kekerasan yang menimpa seorang guru di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur beberapa hari lalu yang berujung pada kematian.

Tentu, ada yang salah dalam proses dan cara penyelenggaraan pendidikan di negeri ini. Sehingga hal-hal diluar batas pendidikan kerap saja terjadi dan mencoreng institusi pendidikan. Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan haruslah segera melakukan evaluasi secara mendasar guna mereformasi system pendidikan agar tidak selalu terjadi hal-hal diluar batas.

Hubungan emosional antara institusi pendidikan dengan wali siswa juga menjadi sangat penting terjalin guna meminimalisir terjadinya tindak kekerasan. Dengan demikian, guru dapat Bersama-sama dengan wali siswa dapat memantau perkembangan anak maupun anak didiknya sesuai dengan keinginan bersama dalam mencapai esensi pendidikan.

Selama ini, terkadang wali siswa seakan acuh dan memasrahkan sepenuhnya kontrol atas anaknya kepada penyelenggara pendidikan, dalam hal ini adalah sekolah. Hal itu yang berdampak pada terjadinya potensi kekerasan, sebab kurangnya interaksi pihak sekolah dengan wali siswa akan berdampak pada tertutupnya pola komunikasi dan hubungan baik antara keduanya.

Jika hal itu berlanjut tanpa adanya sebuah bangunan yang kuat, maka potensi terjadinya salah paham antara keduanya sangat mungkin terjadi. Dan itu akan membuka kran salah paham yang berujung pada tindak kekerasan maupun hukuman pidana. Tentu hal ini yang sangat disayangkan.

Kedepan, mungkin pihak sekolah dengan wali siswa harus meningkatkan jalinan kerjasama guna mensukseskan system pendidikan anak-anak didiknya. Bisa dimulai dengan meningkatkan pola interaksi antara keduanya dan pola komunikasi yang baik agar hal yang dapat merugikan pendidikan dapat segera dicarikan sebuah solusi nyata.

Janganlah kemudian karena ketidak efektifan itu pendidikan menjadi korban di antara keduanya. Sebab, penyelenggara pendidikan dengan wali siswa akan sama-sama dirugikan. Selain itu, tentu pendidikan telah gagal mengubah perilaku dan sikap siswanya untuk dididik menjadi manusia dalam usaha mendewasakannya.

Baca Juga:

Semoga wajah pendidikan negeri ini kedepan menjadi lebih baik dengan adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi selama ini. Tentu hal itu adalah sebagai evaluasi mendalam untuk menjadikan pendidikan berada pada jalan sebenarnya, yakni dengan memberikan pengajaran dan pelatihan dalam mendewasakannya menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara. Semoga! (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).