Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Generasi Online


TIDAK
terlalu gelisah dan terlalu pesimistis melihat berbagai konsumsi masyarakat pada umumnya sejauh ini. Selama masih dalam aspek pemenuhan kebutuhan dasar manusia sebagai konsumen dari sebuah produk jasa, masih wajar-wajar saja. Hanya saja, ada beberapa hal yang menjadi pokok pikiran dalam kasus ini.

Ketika ada istilah perilaku konsumen rasional dan irasional, boleh dikatakan, jika generasi muda saat ini menjadi konsumen irasional produk jasa teknologi. Game online misalkan, yang memang menyasar segmen pasar generasi muda, semakin hari, penggunaannya semakin mengkhawatirkan. Bukan tanpa alasan, sebab generasi muda adalah calon pemimpin bangsa masa depan. Ketika generasi mudanya hancur dan cenderung hura-hura, kelak juga sangat mungkin demikian setelah dewasa.

Ketika teknologi secara besar-besaran masuk kota-kota besar di Indonesia, generasi mudanya sudah mulai mengenal yang namanya game online. Berbeda dengan di pelosok desa, masih gaptek pada waktu itu.

Namun, beberapa tahun terakhir, teknologi itu sudah melakukan ekspansi ke pelosok-pelosok desa yang dahulunya gaptek, hari ini pun mulai ada kemajuan. Hanya saja, kemajuan teknologi itu banyak yang disalahgunakan oleh generasi muda desa. Salah satunya dengan candunya terhadap game online.

Ketika di kota-kota besar sudah mengenal COC dan mulai bergeser ke mobilegend, di pelosok desa masih baru akan mengenal COC. Secara umum, pelosok desa masih tergolong lambat dalam mengenal berbagai fungsi teknologi, termasuk jasa konsumsi permainan atau game online.

Namun, tetap saja hal itu menjadi catatan mengerikan yang menghantui pikiran para generasi muda desa hari ini. Hampir boleh dibilang, tidak ada waktu luang yang digunakan para generasi muda desa saat ini untuk tujuan positif. Misalkan, belajar bersama, mengerjakan tugas kelompok, kursus dan lain sebagainya.

Para pemuda Desa hari ini sudah menjadi individualistik. Mereka berkumpul bersama, bukan melakukan diskusi, belajar, dan kursus, melainkan asik dengan gadget-nya masing-masing yang tidak lain adalah bermain game online.

Para generasi muda desa menghabiskan paket internetnya untuk tujuan bisa bermain game online. Tidak ada hal positif yang dapat dilakukan tanpa game online. Maka tidak salah ketika muncul gambar meme di media sosial yang membandingkan kehidupan para generasi ke generasi.

Ketika tahun 1917 para generasi muda banyak membaca surat kabar, belajar dan melakukan berbagai hal-hal positif, berbanding terbalik dengan tahun 2017 yang seluruh generasi mudanya banyak menghabiskan waktu bermain-main dengan gadget-nya. Tapi itu hanya sekedar meme saja.

Pokemon Go adalah contoh nyata yang banyak disalahgunakan oleh generasi muda pada saat masih trand. Kecelakaan lalu lintas dan lain sebagainya yang disebabkan oleh permainan itu telah secara gamblang jika game online merupakan permainan candu yang sudah sangat kelewat batas.

Kini, di Desa para generasi mudanya banyak menghabiskan waktunya dengan memainkan mobilegend. Mereka berkumpul dan berkelompok tapi sunyi, bahkan hanya konsentrasi pada gadget-nya masing-masing.

Hal itu sangat kontradiktif dengan keadaan di desa saat ini yang hidup berdampingan dan saling gotong-royong antar sesama. Masyarakat desa tidak individualistik seperti masyarakat kota pada umumnya. Dengan banjirnya produk teknologi, hal itu semakin terkikis. Bukan tidak mungkin suatu saat kehidupan sehari-hari di desa akan menyerupai kehidupan di perkotaan yang sangat individual.

Ketika salah dalam menggunakan teknologi yang masuk secara besar-besaran ke desa, maka tinggal menunggu waktu saja generasi muda ini akan menjadi generasi online yang sebegitu tidak bergunanya. Dan begitupun sebaliknya, ketika masuknya teknologi ke desa digunakan untuk hal-hal positif, maka bukan tidak mungkin desa akan juga mengalami kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan.

Semoga saja generasi online menjadi generasi yang cerdas dan kreatif dalam setiap keadaan. Bukan tenggelam dalam godaan teknologi yang memberikan kemudahan dalam melihat berbagai aspek kehidupan manusia. (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).