Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Freeport


PROF MAHFUD MD
dalam forum Indonesia Lawyers Club (ILC) beberapa waktu lalu menyebut jika Indonesia sedang tersandera. Hal itu disebabkan oleh kejahatan pemerintah terdahulu dalam membuat kebijakan yang dalam prosesnya dipenuhi dengan praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).

Mahfud mencontohkan kasus polemik kepemilikan saham Freeport yang tak kunjung selesai. Menurut Mahfud, Freeport adalah contoh nyata jika Indonesia tersandra oleh kebijakan masa lalu yang kotor dan berdampak hingga saat ini. Maka tidak heran kemudian jika Freeport merupakan salah satu perusahaan yang sulit ditaklukkan.

Bahkan, hingga reformasi telah 20 tahun terlewati, Freeport menjadi salah satu perusahaan yang sulit dikuasai oleh pemerintah Indonesia. Meski keberadaan tambang terbesar ke dua di dunia ini merupakan bagian dari tanah berdaulat yang kenjadi kewenangan pemerintah Indonesia dalam mengaturnya.

Kini, pemerintah mengklaim devestasi saham sebesar 51 persen saham Freeport telah berhasil dilakukan. Meskipun hingga saat ini kontrak karya hasil kesepakatan antara PT Freeport dengan pemerintah masih penuh misteri dan tanda tanya. Namun, kabar itu cukup menggembirakan.

Ada kemajuan dalam proses negoisasi Freeport yang telah lama selalu diributkan. Meskipun entah sampai kapan devestasi sebesar 51 persen saham itu akan menjadi kenyataan.

Namun, ketika merujuk pada pernyataan Mahfud MD di awal, langkah pemerintah untuk menguasai sebagian besar saham Freeport bisa dibilang bengitu kecil. Sebab, jika demikian adanya, artinya belum ada solusi konkret untuk bisa melepaskan diri dari ketersanderaan republik ini dari kungkungan penjajah, maka akan sulit lepas dari genggaman yang telah bertahun-tahun lamanya terjadi.

Ada rasa pesimistis, tapi juga ada kekhawatiran akan ketidakberdayaan pemerintah dalam melakukan negoisasi kontrak dan melakukan devestasi sebagian besar kepemilikan saham Freeport. Sebab, Freeport selalu menjadi pemenang dalam melakukan perpanjangan kontrak yang selama ini diupayakan untuk dicegah pemerintah dengan berbagai regulasi yang ada.

Dengan kondisi dilematis seperti ini, tentu adalah suatu pelajaran yang besar bagi bangsa dalam menyongsong kehidupan bernegara ke depan. Bagaimana tidak, keburukan di masa lalu akan berdampak sistematik dan sangat merugikan di kemudian hari. Artinya, jika saat ini juga berbuat demikian buruk, esok hari cucu kitalah yang akan sangat dirugikan.

Anggaplah kasus Freeport sebagai sebuah pelajaran agar ke depan tidak terulang hal serupa. Sebab, nasib bangsa inilah yang menjadi taruhannya. Semoga! (*)

*Ahmad Fairozi, Pendiri sekaligus Ketua Pengurus Harian Rumah Baca Indonesia (Rumah Baca ID).