Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyakit Ukhuwah dan Pluralitas Agama Menurut Islam


Agama merupakan sebuah keutuhan jalan manusia dalam berkehidupan baik fisik maupun rohani. Dan agama pula menjadi titik gaya bermasyarakat sebab agama mengajarkan berbagai perihal pengatahuan secara simiotiknya manusia lahir adalah ingklusisme yang bertolak pada pencipta. Namun agama bukan hanya dari samawi saja tetapi banyak manusia melahirkan kepercayaan. Perkembangan ranaisans sangat mempengaruhi pola kehidupan mengapa demikian karena banyak melahirkan teori-teori yang mengedokkan agama wabilkhusus agama dan tuhanya jadi tidak heran bila hari ini kita banyak mengenal berbagai kepercayaan baik tatanan bersocial menurut kepercayaannya seperti Humanisme, humanisme ini merupakan suatu pola yang berbenturan terhadap manusia yang beragama karena sudah jelas dimana memanusiakan manusia adalah titik horizontal terhadap agama.”Humanisme” iyalah suatu paham yang menitik beratkan manusia kepada kemampuan-kemampuan kodratinya, humanis sempat mengalami kontrofersi dengan agama, sebab penafsiran rasional yang mempersoalkan menopoli agama untuk kembali di gaungkan.

Islam merupakan ajaran agama yang sempurna, kesempurnaannya dapat di dilihat dari keutuhan ajarannya. Ajaran islam terbagi menjadi tiga ajran yakni Iman, islam dan Ikhsan. Di dalam sebuah sistem ajaran di atas disebut “Dinul”. Islam yang mana antara agama Islam, Ilmu Pengetahuan serta teknologi dan seni mempunya hubungan yang selaras atau harmonis juga dinamis. Secara unsur hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana kinerjanya?. Fungsi Islam sebagai agama rahmatan lil alamin tidak bergantung pada penerimaan atau permintaan manusia sebab subtansinya rahmat terletak pada fungsi ajarannya tersebut, baru akan terwujud dan dapat dirasakan menusia sendiri maupun mahluk-mahluk yang lain jika menusia sebagai pengembang amanat Allah yang telah menaati dan menjalankan aturan-aturan ajaran islam dengan benar dan kaffah.

Buku ini hadir untuk menjawab hal-hal tersebut dimana meningkatnya berbagai masalah moral yang telah terjadi hari ini serta rendahnya pemahaman agama dalam invidu seseorang. Sebangkai langkah awal. Pendalaman dan pemahaman ikhwal keagamaan islam perlu dipelajari dan ditekuni guna menepis perilaku immoral yang tidak manusiawi. Berkembangnya ilmu-ilmu pengetahuan umum seakan mencari tolak ukur ilmu-ilmu keagamaan sehingga para pemikir banyak yang tutup tangan.  Maka tidak heran jika disatu sisi intensitas keilmuan makin meningkat tetapi disisi lain kriminalitas merajalela. Lalu tidak heran bila banyak kelahiran para intelektual yang tidak bermoral. Hal yang sedemikan penulis telah mersakannya dan penyebabnya yang telah ditorehkan diatas tadi.

Selama ini pemahaman tentang tauhid hanya dalam pengertian beriman kepada Allah, cuma mempercayai saja keesaan zat, sifat dan perbuatan tuhan tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan orang yang sudah bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan islam, yang dikatakan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang bercermin dalam ibadah dan perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari, dengan kata lain, harus ada kesatuan serta keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis baik diri dan kehidupan sehari-hari secara orisional juga konsekuen.

Oleh karena itu, seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabilah sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat  kemudian diikuti dengan mengamalkan perintah Allah, (hlm—17), sebagian manusia banyak menjadaikan konsekuensi tersebut sebagai kata yang disepelakan. Padahal setiap manusia yang mengucap kalimat syahadat, baik gurau atau tidak itu hukumnya sudah masuk kedalam agama islam tetapi, kita harus mengaca pada hadis yang menyatakan niat merupakan kunci dalam berperilaku yang artinya setiap pekerjaan tergantung pada niatnya. Tapi, bagi penulis wallahu a’lam. Karena kodrat ini membicarakan tentang hukum islam karena dalam islam hukum merupakan aturan yang mencakup kata yang singkat dan jelas—secara umumnya. Hukum islam disebut syari’ah dalam hal tertentu, dan dalam hal yang lain biasah disebut fikih (hlm—33).

Mengenai humanisme yang mengatur hubungan tersebut, terimplementasi melalui kaidah keagamaan atau kepercayaan, kaidah kesusilaan dan kaidah sopan santun sehingga dapat melindungi kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari kaidah hukum. Bahkan kaidah hukum akan menjadi kuat keberlangsungannya dalam masyarakat bila didukung oleh tiga aspek tersebut. Lalu bagaimana kodrat islam mengenai memanusiakan manusia, ditinjau dari backround yang lain bagi islam persamaan yang merupakan makna asal kata adil itulah yang menjadikan pelakunya tidak berpihak, dan pada dasarnya pula orang yang adil berpihak kepada yang benar. Namun, pengertian keberpihakan kepada yang benar dan yang salah harus diartikan bahwa keduanya harus sama-sama mempperoleh haknya sehingga tampak ia melakuakn sesuatu yang patut lagi tidak sewenaang-wenang. (hlm—39).

Bagi penulis orang yang mendukung kesalahan mereka mempunyai kebenran yang ditinjau dari berbagai sudut sebab kita boleh menyatakan kesalahan tetapi kita harus tau betul dimana letak kesalahanya dan letak kebenaranya. Islam mengajarkan bagaimana menerima dan memberi dalam artian sikap toleransi. Fungsi profetik agama dalam hukum adalah menghilangkan klasifikasi social tertentu yang mengakibatkan kebal terhadap hukum, membebaskan masyarakat dari berbagai system dan struktur yang melestarikan ketidakadilan  Disisi lain keadilan dalam konsep ajaran islam mempunyai makna yang spesifik bila dibandingkan dengan sudut pandang lainnya.

Kedatangan Muhammad iyalah menyampaikan misi kerasulan adalah membawa misi profetik. Pasca abad lalu sebelum kedatangan Muhammad banyak kemanusiaan yang sangat kriminal baik tatanan kepemerintahan maupun bersocial. Namun sesaaat kedatangan Muhammad telah meberikan perubahan yang besar dan menjadi tolak ukur berbagai tatanan Negara lain, era peradaban islam tentu bukan hanya menghijrahkan non muslim ke muslim tetapi memberikan pandangan budaya antaranya sikap tolearansi dan saling mengarahkan ketujuan yang baik. Telah banyak kita kenal yaitu sistem perbudakan hal tersebut merupakan sistem masyarakat “kelas” dan “masyarakat religius” bagi nabi menganai hal ini menjadi tujuan sejati dari masyarakat tauhid.

Mengenai kebebasan dalam Islam bukan berarti bebas tanpa batas sebagai mana yang dipahami kaum barat. Kebebasan dalam islam adalah kebebasan dalam “memilih” atau “khiyar” antara yang baik dan yang buruk, Allah memberitahukan kepada manusia lewat al-Qur’an bahwa ini baik dan ini buruk, setelah itu Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih, memilih yang baik konsekuensinya adalah mendapat pahala dari Allah. Sedangkan memilih yang buruk konsekuensinya adalah mendapat dosa dari adzab dari Allah. (hlm—52).

Pertanyaannya dimanakah letak moral, akhlak dan etika Islam. Letak moral, akhlak dan etika Islam bagi penulis ada pada sikap manusianya sebab terkadang ketika kita mengontekskan moral terhadap agama Islam kita akan dikatakan fanatisme sebab kita berada di Negara yang mempunyai penganut berbagai agama. Contoh pabila keberadaan mayoritas non muslim apakah kita akan bersikap keislamannya tentu tidak bagi penulis Islam merupakan ajaran kehidupan yang disudutkan terhadap ketuhanan yang setiap hambanya diberikan kebebasan. Tetapi, perluh kita garis bawahi bukan lantas kita akan mengikuti ajaran non muslim tersebut tetapi kita menghargai mereka baik disuatu keadaan mayoritas atau minoritas. Pluralitas agama didunia ini memiliki banyak macam dan ragamnya antara lain Kristen, Hindu, Islam, dll. Adanya ragam tersebut merupakan “sunnatullah” sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an (al-hujarrat, 13).

Sedangkan (religious Pluralism). Adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama. Sebagai termologi khusus, istilah ini tidak bisa diartiakan dengan otak gemblang, misalnya disamakan dengan makna atau istilah “toleransimutual respeck dan sebagainya. Sebagai suatau pahama (isme)  yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada, istilah “Pluralisme Agama” telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam studi agama-agama (religious studiies). (hlm—74).

Setalah hal tersebut kita jalankan maka disitulah moral, akhlak serta etika  Islam akan terbaca.  Penjelasan tersebut  penulis sempat menemukan buku yang amat amatir bagi kalangan pemuda yaitu “madilog” karya seoarang pahlawan yang hampir dilupakan yaitu bapak Tan Malaka mengatakan dalam bukunya “ketika saya dihadapan masyarakat saya tidak bertuhan tapi ketika saya berhadapan dengan tuhan saya seoarang muslim” pendapat tersebut sangat relefan dengan buku ini yang mejalaskan bagaimana islam dari berbagai hukum bermasyarakat Bab 4 mengenai Agama Dan Hukum. Dengan demikian, kerukunan antar ummat beragama perlu dipupuk dan dijunjung tinggi, jika ada orang non muslim di dekat kita atau menjadi tetangga kita, kita tidak boleh mengucilkan atau mencemoohnya apalagi sampai membunuhnya karena islam tidak mengajarkan hal semacam itu. Islam membolehkan memerangi kita terlebih dahulu, tetapi kalau mereka tidak menyerang terus tiba-tiba dibunuh, maka itu hukumnya dosa yang teramat dosa. Kerana Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar agama.

Dibuku ini mengajarkan bagaimana kita menyikapi islam dan perdaban hari ini serta telah memberikan pokok pembahasan Islam dalam konteks pendidikan namun terdapat kekurangan dari buku ini karena dalam pembahasan terdapat pengulangan kata sehingga dapat menyebabkan kerancuan dalam berpendapat. Kata yang kurang lengkap masih terdapat di dalam buku  ini, saran dari penulis kepada penulis buku mohon di cetak lagi dengan sempurna supaya mempunyai kesan luar biasa karena terlalu disayangkan karya sebagus ini terdapat kekurangan yang fatal seperti kekurangan huruf yang dimaksut tadi  juga kosa kata ilmiah perlu ditorehkan sebagai pembendaharaan kata bagi mahasiswa/mahasiswi baru seperti penulis. Akhiran dari penulis apabila ada kesalahan mohon dimaklum karena manusia tidak luput dari salah dan benar penutup. Wallahu A’lam. (*)

*Radent HR Wiraraja, manusia yang lahir dari perantara luka. Alumni PP. Annuqayah Daerah Lubangsa, sekarang menjadi Mahasiswa UINSUKA prodi Akidah dan Filsafat Islam. Pria yang menghabiskan harinya dengan membaca. Bisa dikunjungi lewat catatankakipujangga.blogspost.com.


Judul Buku: Pendidikan Agama Islam
Penulis:
Dr. H. Moch. Tolchah, M.Ag.
Dr. M. Arfan Mu’ammar, M.Pd.I
Drs. Moch. Kalam Mollah, M.Pd.I
Peresensi: Radent HR Wiraraja
Hal: x ; 120
Penerbit: Madani. Kelompok Intrans Publishing
ISBN: 978-602-0899-22-0