Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Media Belum Punya Peran Maksimal Cegah Terjadinya Korupsi


Jakarta,
Rumah Baca Orid
Peran media massa dalam upaya pencegahan korupsi dinilai masih belummaksimal. Hal itu disebabkan karena pemberitaan yang dilansir sebagian besarmedia, masih sebatas persoalan-persoalan yang bersifat kasuistik dan tidakmenyentuh pada akibat sosial yang ditimbulkan oleh kasus korupsi.

Juru bicaraKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansah, saat ditemui di ruang Pusat Kebudayaan Amerika di Jakarta mengatakan, rata-rata media massa hanyamemberitakan penangkapan yang dilakukan KPK berikut kasus dan ancamanhukumannya. Meskipun berita itu dilakukan secara running (berkelanjutan), namun masih sebatas pada perkembangan penanganan.

“Ini bagus, karena merupakan bagian kontrol dari kinerja lembaga kami,” kata Febri.

Hanya saja, pola pemberitaan seperti itu masih belum banyak membantu bagi pengungkapan kasus dan upaya pencegahan kasus korupsi. Sebab, berita yang dilansir adalah berita penangkapan dan rilis KPK.

Lembaganya, kata Febri, sangat berharap ada media yang melakukan investigasi kasus dugaan korupsi, sehingga beritanya bisa menjadi acuan lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan penanganan kasus yang merugikan negara tersebut.

Berita yang bersifat investigatif dan mendalam, selain menjadi salah satu sumber acuan penegakan hukum, juga menjadi salah satu bentuk peran kontrol media terhadap pengelolaan manajemen pemerintahan.

“Itu juga dapat menimbulkan kehati-hatian para pejabat pemerintahan dalam melaksanakan tugas, karena akan selalu merasa diawasi, salah satunya oleh media,” jelasnya.

Selain itu, diharapkan media massa menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya kasus korupsi dengan menerbitkan analisis news atau berita yang mengedepankan analisa dan mengedepankan dampak perbuatan korupsi terhadap pembangunan.

Sementara ini, jelas alumni Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta itu, masyarakat belum merasa dirugikan oleh tindak pidana korupsi karena belum menyadari dampak yang ditimbulkan.

“Mereka bisa marah dengan pencuri ayam dan memukuli pelakunya hingga babak belur. Tapi pernahkah mereka marah dengan pencuri uang negara hingga miliaran rupiah? Padahal dampaknya lebih berat dibanding pidana lainnya,” kata pria berdarah Melayu tersebut.

Dia yakin, jika kesadaran masyarakat terhadap dampak korupsi sudah tumbuh, maka kontrol bisa dilakukan oleh masyarakat. Disamping itu, proses penanganan hukum akan lebih mudah karena mudahnya akses informasi serta kuatnya kontrol.

Direktur Eksekutif Jaringan Indonesia untuk Jurnalisme Investigasi (Jaring), Eni Mulia mengatakan, salah satu kendala memaksimalkan peran media dalam kasus korupsi, salah satunya adalah ancaman Undang Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Undang-Undang tersebut cukup menjadi ancaman bagi wartawan dalam pemberitaan.

Beberapa kasus pemberitaan media massa yang digugat dengan UU tersebut menyebabkan jurnalis berpikir panjang dalam mengawal kasus korupsi. Sebab, pihak-pihak yang bisa melaporkan kasus
menggunakan UU tersebut, bukan hanya tersangka, tapi pihak lain yang merasa memiliki keterkaitan dengan kasus yang diberitakan.

Disamping itu, beberapa kasus jutru berkaitan dengan pemilik media atau setidaknya memiliki jaringan kuat dengan mereka. Sehingga, jurnalis seringkali tidak memiliki independensi dalam pemberitaan.

“Misalnya ada kasus yang menjerat seorang pejabat yang memiliki kedekatan dengan pemilik salah satu media. Jangan harap jurnalis di media tersebut akan bebas dalam menulis kasusnya,” kata Eni.

Hal lain yang sering dialami jurnalis, mereka tidak bisa bebas melakukan investigasi karena adanya target berita dari perusahaan. Sebab, untuk tulisan mendalam yang sifatnya indepth news, membutuhkan waktu yang cukup lama apalagi intuk investigative news.

“Ini yang membuat jurnalis kesulitan membuat tulisan mendalam apalagi melakukan investigasi,” katanya.

Dalam catatan Jaring, hanya ada beberapa media yang memberi peluang jurnalisnya melakukan investigasi. Misalnya Independen.id, Tempo, jaringan media yang tergabung dalam Indonesian Leak serta beberapa media lainnya.

Kebutuhan waktu yang lama untuk melakukan investigasi serta biaya yang cukup tinggi, membuat jurnalis enggan melakukannya. Padahal, nilai beritanya cukup tinggi dan akan banyak pihak-pihak yang membutuhkannya. (koranmadura.com)